“Terdapat dugaan adanya pembiaran terhadap praktek yang menyebabkan hilangnya uang negara. Praktek pelanggaran hukum poin pertama tidak hanya terjadi di TA 2021 saja, tapi juga terjadi di TA 2019 dan TA 2020,” paparnya.
Dia menjelaskan BPK selaku pemeriksa keuangan, juga sudah merekomendasikan pemkab untuk memperbaiki mekanisme pengawasan penyaluran bantuan keuangan. Namun, rekomendasi tersebut tak kunjung dilaksanakan.
“Hal ini memperlihatkan adanya indikasi kesengajaan untuk membiarkan terjadinya praktek pelanggaran. Dugaan pelanggaran disinyalir melibatkan pejabat negara di lembaga eksekutif dan legislatif, yang berada di posisi strategis pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya, yaitu pihak sekretariat daerah dan anggota DPRD,” tutur Pemerhati Kebijakan Anggaran tersebut.
Baca Juga:Pastikan Pembangunan Sapras Tepat, Bidang SMP Disdikbud Kabupaten Tasikmalaya Laksanakan MonitoringWarga Desa Pagerageung Butuh Kendaraan? Cukup Telepon Pemdes Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya untuk Mendapatkan Layanan Mobil Siaga Desa
Menurutnya berdasarkan hasil temuan BPK, terdapat pengajuan sebanyak 344 desa, dengan nilai sebesar Rp 356.929.845.643.
Proposal tidak diarsipkan dengan baik oleh Dinsos PMDP3A, sehingga terdapat beberapa proposal yang tercecer dan tidak ditemukan. Proposal yang diusulkan dibuat secara manual dan tidak dibuatkan suatu sistem penerimaan proposal secara memadai.
Berdasarkan hasil pembasahan TAPD, dari 344 desa yang mengajukan permohonan bantuan keuangan khusus untuk sarana dan prasarana TA 2021 dengan nilai sebesar Rp356.929.845.643,00, hanya 331 desa yang disetujui untuk diberikan bantuan keuangan dengan nilai sebesar Rp 83.279.000.000,00 atau 23,33 persen dari nilai pengajuan permohonan yang diterima.
“Hanya saja, dari informasi yang kami himpun, dari usulan tersebut hasil rapat TAPD, disetujui sekitar Rp 40 miliar saja, dan sudah mendapat tanggapan/evaluasi dari gubernur.
Namun, setelah dituangkan menjadi perda, angkanya berubah menjadi Rp 83,2 miliaran. BPK menyatakan hal itu tidak sesuai ketentuan, di mana sekitar Rp 42 miliar tidak ada atau tidak dilampiri daftar penermia dan lokasi (CPCL),” paparnya terkait kusutnya Bankeu Desa Pemkab Tasikmalaya.
Fakta ini, lanjut dia, menunjukkan perbuatan pelanggaran dilakukan dengan sistematis. Menunjukkan jika pelaksanaan program bankeu khusus ke desa di Kabupaten Tasikmalaya, kemungkinan dilaksanakan tidak sesuai dengan norma-norma kepatutan baik dari sisi akuntansi maupun dari sisi hukum.
“Informasi yang kami dapatkan dari Kejati, kasus ini dilimpahkan kepada Kejari Kabupaten Tasikmalaya. Kami mempertanyakan sejauh mana proses kasus ini ditelusuri,” ungkap Nandang terkati kusutnya Bankeu Desa Pemkab Tasikmalaya.(yfi/igi)