Sedangkan untuk denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
“Artinya kalau melihat catatan dari LHP BPK dan kronologisnya sudah sangat masuk untuk ditindak dalam undang-undang tersebut,” ucapnya soal kusutnya Bankeu Desa Pemkab Tasikmalaya.
Kemudian, lanjut dia, APH pun atau dalam hal ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar harus segera menindaklanjuti. Apalagi sudah ada pihak yang melaporkannya. Pembongkaran kasus ini sangat penting agar ke depannya tidak ada lagi kasus serupa yang merugikan negara.
Baca Juga:Pastikan Pembangunan Sapras Tepat, Bidang SMP Disdikbud Kabupaten Tasikmalaya Laksanakan MonitoringWarga Desa Pagerageung Butuh Kendaraan? Cukup Telepon Pemdes Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya untuk Mendapatkan Layanan Mobil Siaga Desa
“Kejaksaan atau APH harusnya bisa turun tangan dan langsung menyelidiki pemerintah daerah eksekutif dan legislatif atau bahkan sampai desa.
Apakah sudah ada persekongkolan dari atas sampai bawah atau bawah hanya menjadi korban saja, itu harus juga digali seperti apa sebenarnya,” ucapnya.
Sebelumnya, kelompok Diskusi Beyond Anti Corruption (BAC) mempertanyakan perkembangan kasus indikasi sunat bantuan keuangan untuk desa dan indikasi mal administrasi penyaluran bantuan dari Pemkab Tasikmalaya terhadap sejumlah desa di Tahun Anggaran 2021.
Selasa, 1 Agustus 2023, mereka melaporkan hasil kajian yang merunut dari data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Jawa Barat atas pengelolaan keuangan Pemkab Tahun 2021 ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Di mana, BAC mengendus indikasi adanya tindakan korupsi di proses pemberian Bankeu Desa Pemkab Tasikmalaya di Tahun Anggaran (TA) 2021.
“Berdasarkan penelusuran kami, terdapat beberapa permasalahan di proses pemberian bantuan keuangan tersebut, ada potensi hilangnya uang negara. Di Tahun Anggaran 2021, pemkab menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus untuk Sarana dan Prasarana sebesar Rp 83,2 miliar. Dari jumlah tersebut terdapat anggaran sebesar Rp 3,9 miliar yang penyalurannya tidak didasari oleh pertimbangan yang benar,” kata Jubir BAC Nandang Suherman kepada Radar, Rabu (30/8/2023).
Pihaknya mengendus adanya indikasi anggaran tersebut merupakan mark up yang dilakukan pihak tertentu. Diluar praktek mark up tersebut, potensi kerugian uang negara juga terjadi pada praktek pungutan oleh pihak ketiga sebesar Rp 406,4 juta dan praktek pengelolaan pekerjaan oleh pihak lain sebesar Rp 702 juta.