Terpisah, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Tasikmalaya Fahmi Siddiq mengatakan, pemerintah daerah harus segera menata bantuan keuangan sesuai rekomendasi dari BPK.
Kemudian, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya juga bisa gerak cepat ketika limpahan laporan dari Kejati Jabar sudah diterima. Sehingga kasus ini bisa benar-benar tuntas.
“Kejaksaan kalau ada dugaan tindak pidana korupsi dan kerugian negara segera bergerak cepat memproses sesuai prosedur hukum. Karena Kejaksaan Kabupaten Tasikmalaya punya prestrasi dalam mengungkapan dan pengusutan tindak pidana korupsi dan kerugian negara, seperti kasus Banprov 2020,” ujarnya.
Baca Juga:Entah Siapa yang Salah??? Bankeu Desa Kabupaten Tasikmalaya Kusut: Dinas Terkait Malah Saling LemparSiap-Siap!!! Tanggal 4-17 September 2023, Polres Tasikmalaya Akan Menggelar Operasi Zebra Lodaya
Saat dikonfirmasi Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya terkait adanya limpahan laporan dari Kejati Jabar terkait dugaan tindak pidana korupsi Bankeu Desa Kabupaten Tasikmalaya belum memberikan jawaban.
Sebelumnya, merujuk hasil kajian yang merunut dari data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Jawa Barat atas pengelolaan keuangan Pemkab Tasikmalaya Tahun 2021. BPK juga menemukan usulan permohonan bantuan keuangan (bankeu) dari 344 desa dengan nilai Rp 356.929.845.643.
Proposal permohonan bankeu tersebut diketahui tidak diarsipkan dengan baik oleh Dinsos PMDP3A. Sehingga terdapat beberapa proposal yang tercecer dan tidak ditemukan alias hilang. Apalagi proposal yang diusulkan itu, dibuat secara manual dan tidak dibuatkan suatu sistem penerimaan proposal secara memadai.
Berdasarkan hasil pembahasan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Tasikmalaya. Sebanyak 344 desa mengajukan permohonan bantuan keuangan khusus untuk sarana dan prasarana TA 2021, dengan nilai sebesar Rp 356.929.845.643,00.
Akan tetapi hanya 331 desa yang disetujui untuk diberikan bantuan keuangan dengan nilai sebesar Rp 83.279.000.000,00 atau 23,33 persen dari nilai pengajuan permohonan yang diterima.
“Hanya saja, dari informasi yang kami dapat dan himpun, dari usulan tersebut hasil rapat TAPD, disetujui sekitar Rp 40 miliar saja, dan sudah mendapat tanggapan/evaluasi dari Gubernur,” ujarnya Juru Bicara Beyond Anti Corruption (BAC), Nandang Suherman pada Kamis (31/8/2023).
Namun, setelah dituangkan menjadi Peraturan daerah (perda) angkanya berubah menjadi Rp 83,2 miliaran. Sehingga BPK menyatakan hal itu tidak sesuai ketentuan, dimana sekitar Rp 42 miliar tidak ada atau tak dilampiri daftar penerima dan lokasi (CPCL).