Menurutnya, berdasarkan hasil temuan BPK, terdapat pengajuan sebanyak 344 desa, dengan nilai sebesar Rp 356.929.845.643. Proposal tidak diarsipkan dengan baik oleh Dinsos PMDP3A, sehingga terdapat beberapa proposal yang tercecer dan tidak ditemukan.
Proposal yang diusulkan dibuat secara manual dan tidak dibuatkan suatu sistem penerimaan proposal secara memadai. Berdasarkan hasil pembasahan TAPD, dari 344 desa yang mengajukan permohonan bantuan keuangan khusus untuk sarana dan prasarana TA 2021 dengan nilai sebesar Rp 356.929.845.643,00, hanya 331 desa yang disetujui untuk diberikan bantuan keuangan dengan nilai sebesar Rp 83.279.000.000,00 atau 23,33 persen dari nilai pengajuan permohonan yang diterima.
“Hanya saja, dari informasi yang kami himpun, dari usulan tersebut hasil rapat TAPD, disetujui sekitar Rp 40 miliar saja, dan sudah mendapat tanggapan/evaluasi dari Gubernur. Namun, setelah dituangkan menjadi Perda, angkanya berubah menjadi Rp 83,2 miliaran. BPK menyatakan hal itu tidak sesuai ketentuan, di mana sekitar Rp 42 miliar tidak ada atau tak dilampiri daftar penermia dan lokasi (CPCL),” paparnya.
Baca Juga:Optimalkan Potensi Wisata Desa Nagrog Cipatujah, Mahasiswa Universitas Cipasung Tasikmalaya Menggelar PelatihanSudah Dilarang, Tapi Dilanggar: Ada APK Terpasang di Pagar SDN 3 Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya
Fakta ini, lanjut dia, menunjukkan perbuatan pelanggaran dilakukan dengan sistematis. Menunjukkan jika pelaksanaan program bankeu Khusus ke desa di Kabupaten Tasikmalaya, kemungkinan dilaksanakan tidak sesuai dengan norma-norma kepatutan baik dari sisi akuntansi maupun dari sisi hukum.
“Informasi yang kami dapatkan dari Kejati, kasus ini dilimpahkan Ke Kejari Kabupaten Tasikmalaya. Kami mempertanyakan sejauhmana proses kasus ini ditelusuri,” ungkap Nandang.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Kepala Dinas PMD Kabupaten Tasikmalaya Yayat Suryatna terkait dugaan permasalahan bantuan keuangan desa Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2021, melalui sambungan teleponnya belum memberikan jawaban. (igi)