“A mememulai harinya dengan menyimpan HP-nya pada pukul 07.50. Mengikuti les kosakata Bahasa Inggris. Terus belajar dan les, belajar mandiri sampai jam 10 malam. Kehidupan itu diulang terus dari Senin sampai Minggu,” tulis Dongla.
“A memutuskan keluar sekolah karena menganggap ‘tidak ada lagi yang bisa dipelajari di sekolah’. Isi kelas kurang membantu dalam persiapan masuk perguruan tinggi.”
Berdasarkan data, dari tahun ke tahun jumlah siswa yang drop out di Korea Selatan terus meningkat porsinya. Bahkan sekarang rata-rata mereka langsung keluar setelah mendapat nilai raport semester pertama dan melanjutkan pendidikam dengan les di rumah kemudian mengambil paket C setahun. Ini dianggap lebih efektif untuk mempersiapkan diri masuk PTN.
Baca Juga:Menikmati Ketenangan Pantai Ujung Piring Jepara, Bisa Berkemah Sambil MancingBerlibur ke Bali dan Tidur di Penginapan Murah Tapi Mewah, Harga Melati, Rasa Bintang Tinggi
Dari 1.690 sekolah menengah umum di seluruh negeri jumlah siswa drop out di tahun pertama sekolah awalnya meningkat menjadi 1,46 persen di tahun 2021, naik menjadi 1,98 persen di tahun 2022 dan semakin banyak di tahun 2023 yang mencapai 2,40 persen.
Pada periode yang sama, mahasiswa tahun kedua meningkat dari 1,12% → 1,68% → 2,05%. Jika dicerminkan kelas III (0,17% → 0,21% → 0,31%) maka total ada 37.822 siswa SMA umum yang berhenti belajar selama tiga tahun.
Jumlah tersebut adalah 1,25% dari seluruh 3.021.045 siswa yang terdaftar di sekolah menengah umum selama tiga tahun.
Di Seoul, daerah otonom dengan rata-rata angka putus sekolah tertinggi (berdasarkan jumlah siswa sekolah menengah atas) selama tiga tahun terakhir adalah Gangnam (3,39%), Seocho (3,07%), dan Songpa-gu (2,71%).
Khususnya di Gangnam-gu, jumlahnya meningkat pesat dari 2,29% (95 orang) → 3,83% (144 orang) → 4,13% (163 orang). Ada banyak alasan untuk penangguhan sekolah, seperti ketidaksesuaian dengan sekolah, keberangkatan ke luar negeri, sakit, dan kekerasan di sekolah.
Namun, dalam kasus di mana pendidikan swasta terlalu panas, komunitas pendidikan menganalisis bahwa sebagian besar dari mereka putus sekolah untuk mempersiapkan diri memasuki universitas.