TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Selama 12 tahun, warga Kelurahan Singkup, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya bergantung pada sanitasi air bersih yang mereka kelola sendiri. Diketahui, wilayah ini paling sering mengalami kekeringan ketika kemarau tiba.
Beberapa wilayah di Kota Tasikmalaya, saat ini sudah alami kekeringan karena kemarau. Begitupun yang terjadi pada warga di pusat industri tikar mendong ini.
“Ada sumur tujuh belas meter tos kering (sudah kering, Red). Alhamdulillah ada sumber air ini, yang dari Cibeureum Margabakti,” kata Edi Supriadi Bendahara dan Manajemen Keuangan Sanitasi Air Bersih Al-Ikhwan.
Baca Juga:Damkar Kota Tasikmalaya Impikan Markas Seperti di Film HollywoodKemarau Panjang, Air Sungai Ciwulan Mulai Surut, Mancing Lebih ke Tengah
Lebih dari 45 Keluarga dibantu pasokan air untuk urusan domestik dari sanitasi air bersih ini. Mereka biasa mendapatkan satu jerigen ukuran 30 liter dengan harga Cuma Rp 500. Adapun untuk isi toren 200 liter, Edi mengatakan tidak mematok harga jual, tergantung pada kemampuan warga untuk membayar.
Ace Darusman, tokoh masyarakat sekaligus pendamping Kelompok Tani Karya Mukti, menjelaskan kiprah dirinya bersama Edi dan warga setempat, berpatungan untuk bisa membuat sanitasi air bersih ini. Maka dari itu, sejak tahun 2011 keuntungan dari penjualan itu mereka berikan untuk kepentingan warga.
“kita patungan, mulai dari paralon kecil lima per delapan paralon listrik itu yang pertama,” kata Ace.
“Memang dijual ke warga, tapi bukan untuk memperkaya diri atau kelompok. Hasilnya untuk pemeliharaan setrum, akomodasi, dan sisa anggaran dimanfaatkan untuk fasilitas umum dan kegiatan warga lainnya,” tuturnya.
Menanti Perhatian dan Apresiasi Pemerintah
Pengelola sanitasi air bersih warga Singkup ini, berpusat di bak penampungan dekat masjid Al-Ikhwan. Itulah mengapa mereka hanya menyebutkan nama tempat ibadah itu, ketika ditanya nama kelompok pengelola.
Terdapat tujuh orang yang tergabung dalam kelompk pengelolaan air bersih di sana. Meski tak dibayar dengan nominal pasti, mereka tetap gigih mengalirkan air untuk kebutuhan warga Singkup.
“Ini seratus persen dari swadaya, kelola rengrengan, belum ada dari anggaran budget pemerintah. Dulu ada, kami tolak. Takutnya nanti kisruh, mentang-mentang anggaran dari pemerintah, nanti dijual (air) ribut karena berpikir harusnya dikasihkan aja. Kalau gitu, gimana kita bisa beli token, paralon penambahan, pembesaran debit air, bahkan rehab bak,” tutur Ace.