TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Lorong wisata Katasik atau Kawasan wisata tematik dinilai inovasi yang aneh karena terkesan dilakukan dengan tergesa-gesa. Apalagi konsepnya mengadopsi dari daerah lain tanpa ada kajian secara komprehensif.
Idealnya, program dari pemerintah dilaksanakan setelah melalui berbagai tahapan. Termasuk kajian kemanfaatannya dari berbagai prespektif.
Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat menilai Katasik merupakan inovasi yang tidak jelas. Karena dilihat dari waktunya yang mendadak terkesan tanpa kajian. “Kalau memang ada kajian dan perencanaan dulu, masa bisa secepat itu dilaksanakan,” ungkapnya kepada Radartasik.id, Selasa (8/8/2023).
Baca Juga:Ketua MUI Kota Tasikmalaya KH Ate Musodiq Resmi Dipecat Dengan HormatModel Cilik Tasikmalaya Jadi Best Of The Best di Road To Star 2023
Karena menurutnya Pemkot mengadopsi lorong wisata di Makassar hanya melihat secara permukaan saja. Tanpa memastikan risiko dan potensi jangka panjang dari konsep tersebut.
“Kelihatannya kan datang ke sana dan melihat konsepnya bagus lalu langsung diterapkan di sini, enggak tahu dalamannya di sana bagaiamana,” ujarnya.
Kalau pun di Makassar sukses, bukan berarti di Tasikmalaya juga akan sama. Karena situasi dan kondisi masyarakat setiap daerah tentu berbeda-beda. “Jadi kalau pun mengadopsi, harus ada penyesuaian dengan situasi dan kondisi masyarakat kita,” ucapnya.
Maka dari itu, kata Tatang, wajar jika dirinya meragukan keberhasilan dari program Katasik. Karena tanpa ada kajian yang jelas tentu hasilnya pun berpotensi gagal. “Mungkin ramai sesaat, selanjutnya terbengkalai begitu saja,” ujarnya.
Apalagi rencananya Katasik ini akan dibuat di semua kecamatan. Artinya, lorong itu kurang spesial karena jumlahnya banyak. “Kalau mau lebih baik caru satu titik dan lakukan secara maksimal, jadi bisa lebih punya magnet,” terangnya.
Terpisah, seniman Tasikmalaya Ashmansyah Timutiah juga mengungkapkan hal serupa. Gerak cepat pemerintah membuat Katasik ini menunjukkan tidak adanya perencanaan dan kajian yang matang. “Tanpa kajian ya hasilnya pun tidak jelas, bahkan cenderung gagal,” ujar pria yang akrab disapa Acong itu.
Paling penting dalam program seperti ini respons dan kesiapan partisipasi masyarakat. Karena warga setempat yang nantinya akan memeliharanya. “Bahkan baiknya yang membuat muralnya pun warga setempat, sehingga ada rasa saling memiliki,” tuturnya.