Terpisah, Dewan Tata Kelola Keuangan Publik Perkumpulan Inisiatif Nandang Suherman mengatakan, fungsi melekat DPRD ada tiga, yaitu legislasi, budget dan kontrol. Sehingga DPRD hanya sebatas membahas atas usulan. “Bukan menyodorkan atau mengganti kegiatan,” ujarnya.
Pokir DPRD Sebuah Kebijakan
Artinya DPRD memberi usulan dan masukan di level kebijakan, bukan usulan kegiatan. Namun, kenyataan yang sekarang terjadi pokir jadi usulan proyek “milik” DPRD, padahal usulan atau rekomendasi berupa kebijakan yang diusulkan oleh DPRD setelah mendalami draft RKPD dan menjadi bahan KUA-PPAS.
Lanjut dia, pokir itu sejatinya adalah usulan/masuk/tanggap DPRD secara kelembagaan terhadap draft usulan eksekutif rencana kerja pemerintah/pemkab yang dituangkan dalam dokumen hasil dari penjaringan dan konsultasi publik atau yang lebih dikenal musrenbang.
Baca Juga:Pengabdian Bagi Masyarakat, Dosen Universitas Siliwangi Tasikmalaya Berikan Pelatihan Membatik Ecoprint kepada Warga Desa Guranteng Kecamatan PagergaeungCalo Tanah Tol Getaci Sulit Dibendung, Banyak Warga Kabupaten Tasikmalaya Sudah Menjual Tanahnya
“Pokir ini seharusnya adalah berupa usulan kebijakan untuk merespons rencana kerja tahunan dan adanya di level kebijakan bukan di level kegiatan,” ujarnya.
Dalam konteks Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pun DPRD hanya menolak atau menerima, tidak diberi ruang untuk membuat APBD “tandingan”. Karena DPRD tidak punya sumber daya manusia (SDM) dan wewenang untuk menyusun dokumen APBD.
Berbeda dengan eksekutif, yang punya organ dan SDM serta wewenang yang cukup untuk menyusun APBD. “Nah sekarang ini adanya pokir, terjadi penyimpangan dan pembiaran. Dianggap sebuah kebiasaan dan menjadi sebuah keharusan,” katanya.
Ketua FKMT Tasikmalaya Dani Safari Effendi SH mengatakan, proses penetapan APBD jangan seperti pemberian jatah. “Tapi wajib sesuai dengan UU No 17 tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Negara,” pungkasnya. (*)