TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Akurasi data kemiskinan Kota Tasikmalaya dipertanyakan. Terutama setelah munculnya perbedaan data warga miskin hasil validasi mahasiswa IPDN dengan P3KE. Disparitasnya mencapai 40 persen.
Dalam Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE) jumlah warga miskin Kota Tasikmalaya tercatat 40.850.
Namun setelah diverifikasi dan validasi oleh mahasiswa IPDN yang melakukan magang selama dua pekan, ternyata hanya sekitar 24 ribuan.
Baca Juga:Akhirnya, Jalan Gang Sepanjang 200 Meter di Cibaregbeg Kini Enak Dilalui64 PPPK Tenaga Kesehatan Dilantik, Ini Pesan Pj Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah
Itu pun terbagi dalam beberapa kategori. Mulai dari miskin, sangat miskin, dan rentan miskin. Sisanya tidak miskin sebanyak 16 ribuan.
Perbedaan data itu membuat sejumlah orang melongo dan meragukan akurasi data kemiskinan yang ada. Lantaran, perbedaannya sangat besar.
Akurasi data kemiskinan di Kota Tasikmalaya pun dipertanyakan. Meski sudah divalidasi oleh mahasiswa IPDN.
Waktu proses verifikasi dan validasi yang singkat yakni hanya dua pekan, membuat sejumlah orang masih ragu.
Sekretaris Karang Taruna Kota Tasikmalaya Arif abdul Rohman menjelaskan perbedaan data yang mencolok tersebut menjadi pertanyaan di tengah masyarakat.
Pemkot pun diminta melakukan validasi ulang, dengan data pembanding yang kredibel. Salah satunya dari hasil Badan Pusat Statistik (BPS), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan lainnya.
“Sebab begini, kaitan penghitungan angka-angka semacam ini kan ada metodologinya. Ibarat semua orang bisa menggunakan kamera untuk memotret, tapi hasil jepretan fotografer yang sudah sekolah atau pendidikan tentu lain hasilnya dengan orang biasa,” kata Arif menganalogikan kepada Radar, Kamis (6/7/2023).
Baca Juga:Fungsi Penyidik PNS Akan Diaktifkan Kembali, Penegakan Peraturan Akan lebih OptimalRumah Keluarga Miskin Akan Dipasangi Stiker, OPD Diminta Menggunakan Data Kemiskinan Terbaru
Menurutnya ketika Pemkot berkeinginan memiliki data yang lebih spesifik dan real di lapangan, maka tidak cukup merujuk kepada salah satu aspek pendataan. Makanya verifikasi ulang data yang dihimpun mahasiswa mesti ditempuh.
“Gunakan juga instrumen lain, supaya akurasi lebih valid lagi. Bisa saja kacamata rekan IPDN si A ini masuk kategori miskin, si B tidak. Meski pendekatannya menggunakan metode pemerintah, tentu akan terjadi beberapa versi ketika dikomparasi dengan kacamata masyarakat sendiri,” analisisnya.