TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Sejumlah PKL di Jalan Pedestrian Cihideung mengaku sudah bayar Rp 5.000 untuk berjualan di kawasan itu. Padahal sejauh ini pemerintah pun belum memutuskan apapun mengenai penempatan mereka di sana.
Berdasarkan rekaman video yang diterima Radartasik.id, beberapa pedagang di Jalan Cihideung mengaku bahwa mereka melapak tidak secara cuma-cuma. Ada harga yang harus mereka keluarkan.
Dari beberapa video itu, ada sekitar 8 pedagang yang mengaku biaya berjualan di lokasi tersebut senilai Rp 5.000 per hari. Dari mulai pedagang buah, penjaja mainan anak, jajanan dan pedagang kopi atau rokok.
Baca Juga:Boleh Gak Sih Pokir Anggota DPRD Digusar-geser, Publik Harus Tahu Ini !Senang Dong! 40 Bintara Polres Tasikmalaya Kota Naik Pangkat, Ada yang Jadi Perwira
Pedagang-pedagang tersebut merupakan PKL yang melapak di malam hari. Terlihat dari suasana Pedestrian Jalan Cihideung di dalam video yang cukup gelap.
Dari sisi nominal memang tergolong kecil untuk Rp 5.000 untuk sehari, namun jika dikalkulasi sampai 1 bulan atau 30 hari nominalnya mencapai Rp 150.000.
Jumlah pedagang di Jalan Cihideung sendiri tidaklah sedikit, jika menghitung data PKL siang saja ada 320. Jika data tersebut memang real dan berjualan setiap hari, artinya uang yang dibayarkan mencapai Rp 48 juta dalam sebulan.
Jumlah tersebut belum termasuk pedagang-pedagang baru yang sebelumnya tidak melapak di area tersebut. Karena tidak bisa dipungkiri, tidak hanya PKL eksisting saja yang mencari rezeki di pedestrian Jalan Cihideung.
Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Sekretaris Karangtaruna Kota Tasikmalaya Arief Abdul Rohman tidak membantah hal tersebut. Namun pihaknya menegaskan bahwa hal itu bukan pungutan sewa lapak. “Itu untuk partisipasi kebersihan lingkungan,” ungkapnya saat dihubungi Radar, Selasa (4/7/2023).
Pasalnya, aktivitas pedagang tentunya berdampak pada kebersihan lingkungan. Karena para pedagang tidak sempat untuk bersih-bersih lingkungan, pada akhirnya Karangtaruna yang turun tangan. ‘”Jadi rekan-rekan Karangtaruna yang bersih-bersih di sana,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya meminta PKL tidak menganggap partisipasi kebersihan itu menjadi legitimasi untuk pedagang. Karena hal itu berlaku ketika pedagang melakukan aktivitas jualan saja. “Bukan berarti melegalkan aktivitas PKL juga,” imbuhnya. (*)