”Itu semua dilakukan terhadap 24 orang informan yang terdiri dari kepala puskesmas, epidemiolog dan tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pelaksanaan tracing, tracking dan isolasi mandiri,” ujar peneliti Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya ini.
Menurut dia, penelitian ke tenaga kesehatan dilakukan di puskesmas yang salah satunya melakukan pelacakan kontak atau trace. Puskesmas biasanya melakukan identifikasi dan karantina bagi yang terpapar kasus terkonfirmasi Covid-19 sehingga dapat mencegah penularan pada orang lain.
Pelacakan kontak juga direkomendasikan WHO sebagai langkah pencegahan penyebaran utama Covid-19. Namun sangat melelahkan bagi tenaga kesehatan di puskesmas, sehingga berisiko menyebabkan kelelahan (burnout syndrome) yang secara psikologis berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja tenaga kesehatan.
Baca Juga:Ini Langkah Strategis Iwa Kurniawan Setelah Resmi Pimpin Muhammadiyah Kabupaten Tasikmalaya Perkuat Kebersamaan, SMAN 1 Tasikmalaya Kurban 8 Ekor Sapi
”Fokus penelitian ini adalah aktivitas see trace, track dan isolasi mandiri dan dampaknya terhadap kelelahan/burnout dengan melakukan wawancara dan diskusi kelompok dilaksanakan di lapangan, sambil observasi lapangan dan studi dokumentasi,” kata Mamat Purnama.
Burnout menurut Maslach dan Jackson didefinisikan sebagai 3 komponen sindrom kelelahan emosional (emotional exhaustion), depersonalisasi (depersonalization), dan rendahnya penghargaan terhadap kemampuan diri sendiri (low personal accomplishment), dan merupakan suatu respons terhadap stressor interpersonal terkait dengan pekerjaan.
”Dalam penelitian ini, burnout syndrome akan dilihat dalam tiga dimensi yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan personal accomplishment,” tutur Mamat Purnama.
Hasil Penelitian Dosen Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya
Untuk hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya dalam tracing, tracking dan isolasi mandiri walaupun berat dan penuh keterbatasan baik dalam aspek ketersediaan sumber daya manusia, dana dan sarana pra sarana. Namun dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan target yang diharapkan, terutama pada tahun terakhir pandemi.
”Hal tersebut berkat kerja sama lintas sektor yang baik dan kegigihan yang terjadi di semua sektor,” ujar Mamat Purnama.
Artinya dengan pengalaman ini menunjukkan perlunya manajemen risiko yang aktif pada bidang layanan kesehatan. Pastinya dalam menghadapi kondisi krisis yang memerlukan upaya cepat dan dukungan jejaring yang luas.
”Satgas-satgas yang sudah dibentuk perlu selalu dipelihara kompetensi dan kesiapannya, untuk tetap siap siaga dalam peran dan fungsinya,” katanya.