CIAMIS, RADARTASIK.ID – Colak-Colek ternyata bisa kena Undang-Undang TPKS, karena pelecehan bukan hanya dalam bentuk tindakan atau sentuhan fisik saja.
Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Ciamis Vera Filinda SH mengatakan bahwa masyarakat harus sudah mengetahui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, atau Undang-Undang TPKS.
Undang-undang ini mengatur mengenai Pencegahan segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mulai dari penanganan, perlindungan, sampai pemulihan hak-hak korban.
Baca Juga:Pasca Gempa Bantul, PLN Pulihkan Sistem Kelistrikan dan Bantu Warga TerdampakMenag RI Yaqut Cholil Qoumas Keluhkan Layanan Haji oleh Mashariq di Armina
Juga mengatur tentang koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan kerja sama internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.
Dalam undang-undang itu juga dijelaskan tentang beberapa kategori tindak pidana kekerasa seksual. Seperti pelecehaan, pencabulan atau persetubuhan.
“Misalnya yang dilakukan oknum guru tersebut, mungkin kepolisian belum memberlakukan TPKS itu karena (undang-undangnya) baru berlaku dua tahun,” papar Vera kepada Radar, Senin (3/7/2023) pagi.
Vera menjelaskan bahwa masyarakat luas harus sudah mengetahui undang-undang tersebut karena sudah berlaku sejak tanggal 9 Mei tahun 2022. Meski pun penerapannya oleh kepolisian mungkin belum dilakukan karena belum tersosialisasi secara luas.
“Namun sekarang perlu hati-hati karena kategorinya di undang-undang TPKS itu bukan hanya (pelecehan) fisik, tapi ada verbal (ucapan, Red), ITE juga. Jadi walau non-fisik misalkan pelecehanya colak-colek masuk (pelecehan), atau verbal bisa (berupa) hinaan, atau perbuatan pelecehan seksualnya, termasuk tindak kekerasaan seksual juga,” jelasnya.
Soal kasus pelecehan 12 murid oleh guru salah satu SMP di Ciamis yang pelakunya dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak, Vera menyebut pelaku yang telah dijerat undang-undang tersebut biasanya jarang yang bisa lolos atau berakhir dengan damai.
Kecuali keluarga korban mau meneriman permintaan maaf pelaku dan mencabut laporan. “Kitak kembalikan ke institusi peyidik kepolisian, tidak hanya sepihak saja. Namun melibatkan beberapa pihak dari restorative justice itu,” paparnya.