JAKARTA, RADARTASIK.ID — Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi perhatian khusus pada laju ekonomi China yang terus menurun. Pelemahan ekonomi negeri tirai bambu itu patut diwaspadai lantaran akan berimbas besar pada perekonomian dalam negeri.
Indonesia dan China punya sejumlah kerjasama baik dalam perdagangan maupun pembangunan infrastruktur. Banyak proyek dalam negeri yang didanai investasi Tiongkok. Sehingga, jika ekonomi China rontok, Indonesia bakal ikut kena imbas.
“Kita lihat semuanya bergerak dari sisi tadi, terutama ekspor dan FDI (dukungan jangka panjang, Red) yang harus kita jaga,” ucap Menkeu Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Baca Juga:Menjelang Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ciamis ke-381, Bupati Herdiat Keliling Ziarah Makam LeluhurPemilik Avanza, Veloz, All New Xenia, Rocky dan Raize Diminta Segera ke Dealer, Ada Apa?
Perkembangan ekonomi global yang cenderung terus mengalami pelambatan membuat Indonesia harus waspada. Kementerian Keuangan harus menurunkan batas bawah asumsi pertumbuhan ekonomi RI dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen.
“Kita tetap mewaspadai perkembangan yang terjadi yang memengaruhi dinamikan dari ekonomi global ke nasional,” tuturnya.
Dalam Economic Prospect edisi bulan Juni 2023, World Bank telah memperkirakan bahwa ekonomi China hanya akan tumbuh tahun ini. Setelahnya, ekonomi negeri Xi Jin Ping itu diprediksi akan terus melemah hingga tahun 2025. Ekonomi China mengalami pelambatan sejak badai pandemi Covid-19 menghantam seluruh dunia pada 2020 lalu.
Menurut World Bank, risiko berlanjutnya pelemahan ekonomi Tiongkok disebabkan tekanan pada sektor real eastate yang terus berlanjut. Juga melambatnya pertumbuhan serta perdagangan global tahun depam bisa lebih tajam dari perkiraan. Selain itu masih ada kemungkinan gelombang Covid-19 yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi China.
Berdasarkan rilis data Bea dan Cukai China pada Rabu (7/6/2023), sevara tahunan ekspor Negeri Xi Jin Ping sudah menurun 7,5% pada bulan Mei. Begitu juga realisasi impor yang turun 4,5% year to year.
Catatan itu menyisakan tanda tanya pasca pencabutan kontrol ketat China terhadap Covid-19. Padahal pencabutan itu bertujuan memulihkan kembali ekonomi Negeri Tirai Bambu yang sudah mulai berdarah-darah. Pelemahan sektor perdagangan menunjukkan melemahnya permintaan global di tengah adanya tekanan suku bunga yang tinggi.