Selanjutnya, bulan yang sama ia mendapatkan magang di UPTD Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan (BPPIB) Kabupaten Ciamis selama satu minggu.
Dengan demikian, mendapatkan pengalaman lebih kepada cara memelihara sapi, mulai dari kesehatan sapi, cara penanganan sakit, formula pakan yang baik, penanganan kandang dan lainnya.
“Saya mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam di sana tentang perawatan sapi potong,” katanya.
Baca Juga:Jalan Cidugaleun Mulai Diperbaiki, Habiskan Rp 1,1 Miliar dari BTT Pemkab TasikmalayaSoal Usulan Penghapusan Kontrak Kerja PPPK, Ini Kata KemenPAN-RB dan BKN
Hasil pelatihan dan pemagangan program petani milenial Jawa Barat inilah yang ia bagikan kepada kelompok muda tani di kampungnya, Dengan nama Grup Sawargi, yang isinya puluhan orang petani muda, mulai dari ternak domba ataupun sapi potong.
“Di Grup Sawargi, apapun hasil pelatihan dan pengembangan dibagi informasi dan didiskusikan. Sehingga bisa mengajak seusianya untuk terus bertani dan beternak,” ujarnya.
Kemudian, ia pun mulai melakukan usaha bersama dengan orang tuanya yakni membesarkan empat ekor sapi potong. Lalu, memulai untuk bertanam jagung, cabai dan terong.
“Bersyukur jelang Idul Adha hasil pembesar sapi potong sudah terjual satu ekor, sehingga di kandang masih tiga ekor. Sekarang juga sedang melakukan pertanian sistem bagi hasil denga luas lahan 1.000 meter persegi untuk ditanami jagung, cabai dan terong,” katanya.
“Kemudian, dari hasil bertani per bulannya saya bisa mengantongi bersih Rp 2,5 juta. Itu membuktikan di desa pun menghasilkan dari pada ke kota dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR),” tambahnya.
Jangka panjangnya, karena kini ia sedang menekuni peternakan sapi. Selain pembesaran sapi ke depannya ingin melakukan breeding sapi, untuk mengahasilkan keturunan sapi yang berkualitas.
“Ingin fokus ke sapi potong, baik pembesaran dan breeding. Dengan begitu, meskipun hidup di pedesaan bisa membuka lapangan pekerjaan untuk diri sendiri bahkan masyarakat sekitar,” katanya. (riz)