Hal itu ditandai dengan adanya sejumlah pesantren besar. Seperti Pesantren Darussalam dan Pesantren Cijantung di wilayah Ciamis kota.
Juga Pesantren Miftahul Huda di Bayasari, Rajadesa. Tokoh-tokoh pesantren itu juga merupakan pendukung pasangan HY pada Pilkada 2018. Seperti KH Fadlil Yani Ainusyamsi dan KH Nonop Hanafi dari Bayasari.
“Walaupun masih pada tingkat kekhawatiran (adanya perubahan budaya), tetapi karena salah satu unsur agama itu adalah respon yang bersifat emosional dari pemeluknya. Ketika Herdiat Sunarya mendukung dan meneruskan kebijakan perubahan nama (Ciamis), potensi menurunnya elektablitas Herdiat Sunarya sangat terbuka,” tandasnya.
Baca Juga:Nyelekit, Sindiran Ala Ketua KONI Kota TasikmalayaHasil Zakat dan Sedekah di Kota Tasik Dibelikan Telur
Sekadar Menampung Aspirasi
Ketua Panitia Persiapan Perubahan Nama Ciamis H Wasdi menegaskan pihaknya hanya sekadar menyerap aspirasi masyarakat. Yang mendukung perubahan nama maupun tidak, tetap ditampung suaranya.
“Jadi ada yang mendukung, ada yang tidak mendukung dan ada yang ikutan saja, mau rubah mangga (silakan, red) mau tidak (rubah) juga tidak apa-apa. Ada yang seperti itu. Tapi kita tampung semuanya,” tegasnya.
Wasdi menilai setiap kritikan dan masukan adalah wujud rasa sayang dan perhatian masyarakat kepada daerahnya. Sebagaimana sejarah, wilayah Ciamis pada zaman dulu merupakan bagian Kerajaan Galuh yang berpusat di Kawali.
“Saya bangga karena ini wujud Cinta ke Ciamis. Jadi ada satu makna yang sangat beda. Membuktikan Cinta Ciamis, walau mau pindah nama Galuh tetap aja wilayahya Ciamis untuk kebaikan,” paparnya.