TAWANG, RADARTASIK.ID – Pengadilan Negeri Tasikmalaya memutus perkara penipuan investasi bodong dengan terdakwa GP. Namun vonis 3 tahun yang dijatuhkan hakim membuat korban dan juga terdakwa sama-sama merasa keberatan.
Kasus dugaan investasi bodong tersebut terjadi pada tahun 2021 lalu. Saat itu GP mengajak teman-temannya untuk ikut serta berinvestasi pada usaha yang diageluti.
Terdakwa menjanjikan keuntungan 30% bagi mereka yang menitipkan investasi kepadanya.
Melihat keuntungan itu, banyak ibu rumah tangga berminat mengikuti. Beberapa bulan pertama semua berjalan lancar. Mereka menerima keuntungan sebagaimana yang janji terdakwa. Sebab itu para investor ini menambah lagi jumlah investasinya.
Baca Juga:Perda Tata Nilai Tak Efektif, Nandang Sarankan DicabutSatpol PP, Penyedia Jasa Kirim dan Mahasiswa Sepakat Halau Pengiriman Miras dari Marketplace
Namun, sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Februari 2022 GP mengaku bangkrut dan tidak bisa mengembalikan uang investasi.
Namun para investor menilai hal itu hanya akal-akalan. Sehingga pada akhirnya mereka menempuh jalur hukum dengan melaporkan GP atas tuduhan penipuan. Kerugian beberapa investor tercatat mencapai angka Rp 122.500.000.
Putusan Hakim Tak Jauh dari Tuntutan JPU
Pada sidang tuntutan, JPU mengajukan sanksi hukuman 3 tahun 10 bulan untuk terdakwa. Sementara pada sidang putusan, majelis hakim memberikan vonis penjara 3 tahun.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum GP, Damas Afrianur SH keberatan atas vonis yang diberikan. Pihaknya pun menyampaikan untuk melakukan banding.
Sejurus dengan itu salah satu korban atau investor, Rina Yuliana mengaku keberatan juga. Dia berharap setidaknya putusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan JPU. “Jadi saya tidak puas dengan putusan dari hakim,” katanya.
Selain itu, dia pun merasa sanksi penjara bukanlah hal yang diinginkannya. Karena pada dasarnya dia dan investor lainnya ingin agar uang mereka kembali. “Kerugian saya Rp 18 juta, yang lain lebih banyak,” katanya.
Sementara Kuasa hukum GP, Damas Afrianur SH menilai ada kekeliruan pada pertimbangan majelis hakim. Persoalan antara kliennya dengan para investor merupakan perkara perdata. “Ini kan wanprestasi,” katanya.
Baca Juga:10 Ribu Warga Kota Tasik Belum Punya KTP, Kok Bisa?Cheka Minta RSUD Segera Terapkan SIM RS
Kliennya pun, lanjut Damas, ada upaya pembayaran kepada investor. Sebagaimana yang dijanjikan GP kepada mereka. “Tapi sayangnya hal itu tidak jadi bahan pertimbangan majelis hakim,” katanya.