CIHIDEUNG, RADARTASIK.ID – Pemkot Tasikmalaya disarankan mengkaji kembali efektivitas Perda Tata Nilai. Selain karena sulit diimplementasikan, regulasi itu juga dinilai resisten dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemerhati Kebijakan Anggaran dari Perkumpulan Inisiatif Nandang Suherman menuturkan apabila menelaah regulasi ini, mengatur tata nilai kehidupan masyarakat secara normatif. Merujuk terhadap mayoritas pemeluk agama di daerah dan ditarik secara praktis bersifat operasional pemerintah.
“Sementara Kota Tasikmalaya sendiri menganut regulasi tentang pemerintah daerah, bukan daerah yang memiliki kekhususan dan diatur pada Undang-Undang tertentu,” kata Nandang kepada Radar, Senin (6/3/2023).
Baca Juga:Satpol PP, Penyedia Jasa Kirim dan Mahasiswa Sepakat Halau Pengiriman Miras dari Marketplace10 Ribu Warga Kota Tasik Belum Punya KTP, Kok Bisa?
Dia mencontohkan spirit regulasi tersebut ingin menjadikan daerah seperti daerah yang di beri kewenangan kekhususan seperti Aceh. Dimana, daerah tersebut wewenang hukumnya memiliki perbedaan dari daerah lain, yang sudah diatur Undang-Undang.
“Sementara Perda Tata Nilai, kami rasa banyak risiko tabrakan kewenangan. Bahkan, pada penerapan sanksinya disesuaikan dengan aturan yang sudah ada, yang notabene menjadi kewenangan pusat atau aparat vertikal. Bukan Pemda,” telaahnya.
Alhasil, lanjut dia, lahirnya Perda Tata Nilai sebatas mengakomodir atau menenangkan kalangan tertentu saja. Sementara, masyarakat kecil tetap menjadi korban dari implementasi aturan tersebut, yang dicontohkan dengan parsialnya penegakan urusan pekat (penyakit masyarakat).
“Pernah tidak hotel mewah atau berbintang di operasi? Sasarannya kan lagi-lagi melati, kos-kosan, warung atau sejenisnya yang notabene mereka mempertahankan hidup. Nah, saya kira ini sudah banyak bertentangan dengan spirit dari definisi Perda itu sendiri,” papar Nandang.
Sebatas Sosialisasi dan Himbauan
Nandang menganalisa, hadirnya kebijakan tersebut justru mengerucut terhadap sosialisasi atau imbauan. Dimana, sejak 4 tahun Pemkot Tasikmalaya mengalokasikan anggaran untuk Perda Tata Nilai, output-nya sebatas sosialisasi dan rapat-rapat.
“Saya buka selama 4 tahun, sejak 2017 sampai 2020, kegiatannya hanya sosialisasi di 10 kecamatan. Tahun berikutnya di Kesbangpol dan terakhir di Setda. Totalnya sudah menelan Rp 1 miliar lebih. Yang mana di dalamnya untuk honor narasumber, pertemuan dan diskusi saja,” rincinya.