Ia juga menuntut haknya sebagai anak pertama, laki-laki pula. Ia itu mestinya ibarat putra mahkota. Papanya sudah harus menyerahkan semua aset dealer mobil itu padanya. Ia yang akan atur. Ia bilang: adik-adiknya pun harus ikut si kakak sulung.
Tapi, sang adik telah bersikap tegas: ikut papa mereka. Maka Roys juga memusuhi adiknya. Malam Imlek dua tahun lalu Roys juga tidak bisa berkumpul dengan papa, mama, dan adik-adiknya. Di malam Imlek yang penuh kekeluargaan itu Roys berada di sel tahanan polisi. Lebih sial lagi di dalam tahanan ia digebuki tahanan lain: tulang rusuknya patah.
”Mana ada seorang ayah memasukkan anaknya ke tahanan di malam Imlek,” ujar Roys suatu ketika. “Saya kan menuntut hak saya. Kenapa sampai dimasukkan tahanan seperti ini,” tambahnya.
Baca Juga:Dua Tewas, Tiga DirawatSiap Demi Tasikmalaya
Mungkinkah perlu Imlek sekali lagi lagi? Agar urusan keluarga ini selesai? Menyelesaikan pertengkaran keluarga tentu tidak harus menunggu Imlek tahun depan. Bisa kapan saja.
Sebenarnya saya juga sudah tidak ingin menulis ini lagi. Tapi restoran itu persis di sebelah kantor saya: hanya dipisahkan pagar tembok.
Roys sendiri kini lebih bersama istri dan anak tunggalnya, umur 10 tahun. Anak keduanya meninggal di dalam kandungan. Ia juga dua kali seminggu main golf. Lalu naik kuda. Ia menyukai kuda.
Ia merasa dirinya putra mahkota. Tapi takhta itu masih begitu jauhnya. (*)
NB: Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/.
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!