Yang membuatnya berubah total adalah ketika menjadi pembantu rumah tangga di rumah seorang arsitek. Ia sering diminta membantu saat tuan rumah membuat desain. Ia diminta mengambilkan pensil, penghapus, dan penggaris. Lama-lama ikut membantu menggaris. Ia belajar menggaris. Hati-hati. Agar benar-benar lurus.
Sekian tahun kemudian si arsitek diminta mendesain proyek pompa bensin. Proyek itu perlu tanah. Wagiman diminta ikut mencari tanah. Dapat. Cocok. Lokasinya maupun harganya. Wagiman dapat komisi.
Itulah kali pertama Wagiman dapat uang besar. Dari sang arsitek itu, Ir Arti Siswoyo, asal Solo, Wagiman belajar menangani proyek.
Baca Juga:Kepala Desa Harus Fokus kepada KinerjaBanyak Ditanya Pilkada, Yusuf Hanya Senyum
Gajinya sebagai pembantu ia kirim ke desa. Ia bangun rumah ibunya. Komisi besarnya dari pembelian tanah ia pakai menaikkan haji ayah dan ibunya.
Wagiman lulusan SD; tapi pemikirannya seperti arsitek dan pimpinan proyek. Ia pun menemukan takdirnya: jadi kontraktor. Ia selalu mendapat proyek membangun rumah perorangan. Kian banyak. Kian besar.
Meski sudah kaya, Wagiman terus menjaga hubungan dengan kampungnya di Pati. Ia kawini gadis desanya. Punya dua anak: laki-perempuan. Di desanya sudah ada masjid. Bahkan tiga. Lebih banyak lagi langgarnya. “Sekarang tiap RT punya musala,” katanya.
Islamisasi jelas terjadi di desa-desa. Selama Orde Baru. Rupanya kualitas bangunan proyek Wagiman selalu memuaskan bohirnya. “Saya tidak pakai pembukuan. Yang penting untung meski sedikit,” katanya.
Tentu ia disalahkan teman-temannya. Ia pun mencoba membuat pembukuan. “Gara-gara pembukuan itu saya tergoda untuk mengurangi spesifikasi. Untuk menghemat. Akhirnya kualitas bangunan menurun,” katanya. “Sejak itu saya kembali tidak pakai pembukuan. Sampai sekarang,” tambahnya.
Kualitas bangunan masjid, madrasah, dan asrama Yanbu’ul Qur’an pun dibuat istimewa. Bagus dan indah “Ini sekolah atau hotel bintang empat,” ujar Wagiman menirukan komentar tamu yang datang. “Tamannya pun saya buat bagus. Demikian juga kolam renang dan lapangan sepak bolanya,” ujar Wagiman.
Tahun depan Wagiman ingin meneruskan impiannya: membangun sekolah yang sama untuk putri. Lokasinya di seberang jalan raya jurusan Pati-Kajen. Sisi timur pondok putra, sisi barat putri.