Tetangga Santoso pun banyak orang asal Bali. Bahkan Santoso pernah membangun Pura di rumah tetangganya. Jauh sebelum Poso membara.
Wartawan CNN, Jafar G.Bua, asal Parigi, pernah ke rumah Santoso. Ia datang sebagai wartawan. Membawa beras. Itu tahun 2016. Santoso tidak di rumah. Ia di gunung. Jafar wawancara dengan istrinya: asal Jawa.
Rumah itu berdinding hardboard. Rapi. Dengan pohon dan rumput di halaman. Itu rumah baru. Tentaralah yang membuat rumah itu menjadi baru. Asalnya hanya rumah kayu. Ketika Jafar datang sekali lagi ke rumah Santoso, ia sudah tidak bisa diterima. “Saya diusir oleh anak perempuan Santoso, Warda. Saya dianggap mata-mata,” ujar Jafar.
Baca Juga:Taman Alun-Alun Singaparna Dijaga 24 JamJumlah TPS Bertambah, Pemilih Dibatasi
Santoso akhirnya tewas ditembak. Demikian juga 6 orang dari Xinjiang, yang sudah lebih dulu mati dalam operasi Gunung Biru. Santoso mati. MIT tidak mati. Posisi pimpinan pindah ke Ali Kalora. Asal Makassar. Istri Poso. Istri satunya lagi dari Bima, NTB.
MIT masih eksis. Serangan masih sering dilakukan oleh kelompok Kalora ini. Jumlah kombatannya sebenarnya tinggal 9 orang tapi sulit dihabisi. Dari 9 orang itu, 4 orang asal Bima. Yang dikhawatirkan Farid adalah: anak-anak bebek sempat berkembang. “Anak Bebek” adalah istilah untuk anak-anak muda yang terpengaruh ajaran ekstrem MIT.
Jumlah “anak bebek” seperti itu banyak. Anak umur 16 tahun pun bisa didoktrin membakar gereja. Ditangkap. Keluar penjara tambah berani: membawa bom bunuh diri. Salah satu yang dianggap pembina anak bebek seperti itu adalah pemilik pesantren di Poso: UstadYasin. Tiga kali ia ditangkap, selalu tidak bisa diadili. Tidak ada bukti perbuatan pidananya.
Anak-anak korban serangan polisi pun ditampung di pesantren UstadzYasin. Jumlahnya belasan. Farid minta pembina anak bebek itu ditangkap.
Ustaz Yasin berasal dari Semarang. Waktu muda UstadzYasin seorang penyiar radio. Kini Ustaz Yasin di tahanan polisi di Jakarta.
Farid dan Kapolda Baso melakukan operasi teritorial. Istri Yasin, yang menggantikan suami sebagai pimpinan pesantren, sudah setuju ideologi di pesantren itu diubah.
Prinsip Farid, semua kombatan bersenjata harus ditangkap. Kalau melawan ditembak. Tapi operasi militer itu harus dibarengi dengan operasi teritorial. “Saat itu kami tidak henti-hentinya menyerukan agar mereka menyerahkan diri,” ujar Farid.