Baru dari Pangdam Farid saya mendengar kalimat seperti itu: penting sekaligus menarik. Sayangnya sobekan karton kotak kue itu hilang. Saat Pangdam meninggalkan tempat, sobekan itu saya tinggal di meja. Saya mengantarkan Pangdam ke pintu depan. Saya juga ikut buru-buru naik mobil. Harus ke Pacet.
Di jalan saya menelepon kantor. Agar sobekan karton di atas meja itu difoto. Lalu dikirim dengan WA ke saya.
Sobekan itu diperlukan karena saya akan menulis Disway di dalam mobil, di perjalanan menuju Pacet. Bahan-bahan tulisan ada di sobekan itu.
Baca Juga:Penataan Wisata Harus DilakukanJalan Lingkar Butuh 800 Miliar
Rupanya meja sudah dibersihkan. Tidak ditemukan lagi sobekan itu. Kue yang belum termakan pun sudah bersih. Saya tidak bisa mulai menulis tanpa sobekan itu.
Saya pun minta agar semua tempat sampah dikumpulkan. Sampahnya diperiksa. Sobekan itu harus ditemukan. “Mungkin di kantong jaket bapak,” ujar petugas kantor.
Saya mulai ngegas. Untuk apa telepon ke kantor kalau sobekan itu ada di kantong. Baju, celana, dan jaket saya masih yang itu-itu juga. Jangankan sobekan, uang pun tak ada.
Sampai tiba di Pacet,sobekan masih raib. Batas waktu sudah mepet. Kalau tulisan telat dikirim saya bisa dimarahi admin. Itulah kesempatan admin untuk marah, setelah hanya admin yang jadi sasaran marah perusuh.
Terpaksa saya mulai menulis. Tanpa catatan apa-apa. Anda sudah membacanya kemarin dulu. Hanya saja tulisan itu harus saya hentikan saat cerita sampai ke soal Poso. Nama-nama ekstremis Poso ada di sobekan itu. Nama-namanya khas Sulteng: sulit saya ingat. Hanya sedikit orang Sulteng yang saya ingat namanya. Salah satunya: Mastura. Ada juga Toana.
Maka sambungan tulisan itu saya janjikan baru bisa terbit di hari Senin. Siapa tahu perlu dua hari untuk menemukan sobekan. Setelah tulisan Letnan Master selesai dikirim ke Disway, barulah saya dapat kabar: sobekan itu ditemukan. Hari sudah larut. Tulisan di sobekan itu sudah tidak lengkap. Ada yang tersobek ada yang tersiram air.
Bagaimana kalau sobekan itu tidak ditemukan? Bisakah edisi Senin muncul dengan cerita lanjutan? Bisa. Tapi saya harus menanggung malu: bertanya lagi ke Pangdam. Saya tidak boleh malu. Itulah doktrin lama saya kepada wartawan: jangan malu bertanya ulang kepada narasumber.