Perusahaan meliburkan karyawan dengan dalih sedang sepi order, namun kemudian dari 56 karyawan yang diliburkan berlanjut dengan PHK 23 karyawan. “Kami hanya menjembatani karyawan APL yang terkena PHK secara sepihak. Karena keputusan pemutusan hubungan kerja itu tidak sesuai keputusan sebelumnya yang hanya meliburkan karyawan,” ungkap Jaelani.
Jaelani menyebutkan, hasil komunikasi sebelumnya tidak ada indikasi dari pihak perusahaan akan melakukan PHK. “Ke pihak serikat tidak ada konfirmasi, dari awal juga tidak ada konfirmasi. Itu kan perbuatan tidak menyenangkan. Ketika karyawan sedang libur, mau masuk kerja tiba-tiba di PHK,” ujarnya.
Diungkap Jaelani, perusahaan beralasan PHK dilakukan karena tengah mengalami penurunan omset. Ditambah kesulitan bahan baku untuk proses produksi. Ia menilai alasan tersebut tidak masuk akal lantaran pihak perusahaan saat ini malah melakukan rekrutmen karyawan borongan ataupun tenaga kerja baru.
Baca Juga:324 Orang Berebut Jadi Anggota PPSBandel, Tiga Ruko Disegel
“Alasannya itu katanya kondisi pasar sepi, tidak ada uang. Tapi saya lihat pihak perusahaan melakukan rekrutmen karyawan baru. Sedangkan karyawan yang ada, malah di-PHK, kenapa tidak mempekerjakan karyawan lama saja?” kata dia.
Para karyawan menuntut PT APL Kota Banjar memberikan uang pesangon sebesar Rp 30 juta kepada setiap karyawan yang terkena PHK. Apabila tidak ada kesepakatan bersama, pihaknya akan terus melakukan aksi sampai tuntutan tersebut terpenuhi.
Sementara itu, Direktur Umum PT APL Kota Banjar Wahyu Widayat mengatakan perusahaan melakukan hal tersebut karena omset sedang turun karena permintaan ekspor dari luar negeri sepi. Ditambah harga ekspor saat inj jauh di bawah pasar dan otomatis merugikan perusahaan “Walaupun demikian, kita akan carikan solusinya seperti apa,” katanya.
Kebijakan PHK, lanjut Wahyu, dilematis, dimana sebagai pimpinan perusahaan pihaknya harus melakukan PHK, namun disisi lain pihaknya juga harus mencari solusi untuk kebaikan bersama. “Pola penghitungan disandarkan pada peraturan yang berlaku dan tidak mengabaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan. Terlebih di antara karyawan yang di-PHK juga banyak yang sudah masuk usia tidak produktif,” katanya. (cep)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!