Rektor UT sekarang adalah Prof Drs OjatDarojatMBus PhD. Anda sudah tahu: ia pasti orang Sunda. Ia lahir di desa Bojongloa, pedalaman Subang.
Ini adalah tahun kedua periode keduanya sebagai rektor UT. Alumnus Universitas Pendidikan Indonesia ini meraih S2 di La Trobe University Melbourne. Lalu mendapat gelar doktor di Kanada. Di Simon Fraser University. Linier. Dari pendidikan ke pendidikan.
Sejak masih jadi guru Ojat tergabung di Pergunu (Persatuan Guru NU). Kini Ojat jadi pengurus pusat Pergunu. Juga duduk di pengurus besar NU. “Harusnya UT bisa punya mahasiswa setidaknya 1 juta orang,” ujar Ojat.
Baca Juga:151 Kios Rata dengan TanahPPK Harus Netral dan Berintegritas
Itulah program utamanya ke depan. Di India, UT punya 5 juta mahasiswa. Demikian juga di Tiongkok. Ojat hafal angka-angka itu. Ia ketua asosiasi Universitas Terbuka se Asia. Untuk periode kedua.
Ojat akan terus melawan citra UT sebagai universitas kelas dua. Ia pun menunjukkan bukti kejadian tahun 2019. Yakni ketika ada penerimaan pegawai negeri. “Alumni UT paling banyak diterima. Sampai 9.436 orang. Melebihi angka dari universitas negeri lainnya,” ujar Ojat.
Ia lantas mengabadikannya dalam Rekor MURI. “Menandakan mutu UT sudah tidak kalah,” ujar Ojat.
Orang sering lupa: UT ini universitas negeri. Sejajar dengan UI, Unpad, UGM atau Unair. Jadi, kalau maunya hanya kuliah di universitas negeri mengapa tidak ke UT. “Mutunya kami jamin. Kami sangat keras dalam menjaga mutu,” ujar Ojat.
Bukti keseriusan lain: di masa kepemimpinannya UT menjadi PTN-BH. Perguruan tinggi berbadan hukum. Sejak tahun lalu. Sejajar dengan 16 perguruan tinggi terkemuka lainnya. Padahal, seperti Universitas Negeri Jakarta, belum PTN-BH.
“Kelemahan” UT adalah belum punya program studi bidang tehnik. Misalnya teknik sipil, mesin, kimia atau elektro. Sistem pengajaran jarak jauh belum menemukan cara praktikum yang efektif. Padahal mahasiswa teknik harus banyak praktik secara fisik.
Tentu ini harus dipecahkan. Negeri ini harus punya alumni bidang teknik jauh lebih besar dari bidang lainnya. Kita sudah terlalu banyak memiliki sarjana sosial dan agama. Termasuk sarjana hukum.
Padahal UT-lah yang bisa mencetak sarjana dalam jumlah besar.