Di luar perubahan lansekap konsumen informasi, secara internal juga ada tantangan untuk melakukan efisiensi finansial. BBC World Service — BBC News Indonesia adalah salah satu bagiannya — diminta untuk melakukan penghematan ratusan miliar rupiah, yang membuat BBC harus menutup siaran radio dalam beberapa bahasa, di antaranya siaran bahasa Arab.
Jadi, organisasi media memang harus berubah dan beradaptasi. Dan itulah yang dilakukan BBC News Indonesia. Berat memang karena dalam perjalanannya BBC dan awaknya seakan menjadi saksi dan sekaligus mendokumentasikan perjalanan sejarah. Dari pemilu pertama 1955, insiden 1965, tonggak awal Orde Baru pada 1966, lahirnya era Reformasi 1998, hingga upaya mendamaikan Aceh yang berliku pada 2005.
BBC News Indonesia melakukan penelusuran di Belanda untuk melacak skandal adopsi anak-anak Indonesia oleh para orang tua di negara tersebut yang diyakini tidak dengan prosedur yang benar. BBC secara dekat mengikuti pertemuan-pertemuan rahasia antara pemerintah RI dan delegasi GAM di Finlandia.
Baca Juga:Penanganan Sampah DievaluasiPPKM Dicabut, Prokes Tetap Berlaku
Pada 2019-2020 selama beberapa bulan BBC mengikuti kasus dan persidangan perkosaan terbesar dalam sejarah Inggris yang dilakukan warga Indonesia di Manchester Reiyhard Sinaga, yang korbannya diperkirakan sekitar 200 orang. BBC beberapa kali terbang ke Afrika Barat untuk masuk dan membongkar sindikat penyelundup yang menjual simpanse ke Asia Timur. BBC menjadi satu dari sedikit media yang rutin menghadirkan wawancara-wawancara eksklusif dari turnamen badminton tertua di dunia All England di Birmingham.
Adaptasi sudah dimulai BBC sejak beberapa tahun lalu. Konten radio diperpendek sementara liputan-liputan khusus dalam format video diperbanyak porsinya. Suara tidak lagi menjadi andalan. BBC News Indonesia hadir di layanan podcast (Spotify, Apple, Google), YouTube, Facebook, Twitter, dan Facebook. Platform ini digenjot potensinya dan dimaksimalkan untuk menjangkau audiens. TikTok? Tinggal menunggu waktu.
Di situlah audiens berada. Mereka tidak lagi duduk manis di teras depan mendengarkan radio sambil menikmati kudapan selepas Isya.
Mereka ada di mana-mana. Di kampus, di kafe, di dalam taksi, di stasiun, di gerbong KRL, bahkan ketika jam istirahat sekolah… Perangkat utamanya bukan lagi radio transistor tiga gelombang, tetapi gawai bernama telepon genggam pintar yang ada di kantung jutaan atau miliaran orang.