Hari itu, kata 11 April 2022, GoTo dapat uang baru sekitar Rp 160 triliun. Dalam sehari. Silau saya seperti mata menatap matahari pada jam 12.00 siang. Ketika belakangan harga saham GoTo nyungsep, medsos penuh dengan gosip GoTo. Mulai dari siapa pemilik saham itu, berapa triliun rupiah Telkom rugi, berapa besar gaji manajemennya sampai mengapa OJK belum turun tangan.
Telkom selalu bilang belum bisa dibilang rugi. Investasi Telkom di GoTo memang besar. Sekitar Rp 6,4 triliun. Yakni untuk membeli saham sebanyak 23,7 miliar lembar. Rupanya hati itu Telkom (lewat Telkomsel) dapat diskon khusus. Dari harga IPO Rp 338/lembar, cukup membeli dengan Rp 276/lembar.
Ketika harga saham GoTo sempat naik jadi Rp 388 di tanggal 12 April 2022, Telkom untung sekitar Rp 2 triliun. Tapi Telkom tidak bisa menjual saham di tanggal itu. Saham yang dibelinya saham diskon. Tidak boleh dijual selama 8 bulan. Sayangnya ketika masa penahanan 8 bulan itu lewat, harga saham GoTo tinggal Rp 97/lembar. Telkom rugi sekitar Rp 4 triliun.
Baca Juga:Gunakan BTT Bangun Kios DaruratPenjagaan Tetap Harus Ada
Untung Rp 2 triliun tadi hanya di atas kertas. Rugi Rp 4 triliun tadi juga di atas kertas. Yang jelas di tutup buku tahun ini aset Telkom turun sekitar Rp 3 triliun dari seharusnya. Ini tidak lagi di atas kertas. Tentu Telkom harus menunggu harga saham itu naik lagi.
Kapan? Tidak ada yang tahu. Tahun ini GoTo masih rugi sekitar Rp 23 triliun. Kalau ditambah kerugian lama, total kerugiannya mencapai Rp 100 triliun. Tapi menurut CEO GoTo Andre Sulistyo, kerugian besar tahun ini lebih banyak akibat stock base compensation. Tenang saja. Bukan kerugian tunai.
Bagaimana menjelaskan ini? Mudah. Berarti GoTo membayar gaji pimpinannya dengan dua cara: sebagian dibayar dengan uang, sebagian lagi dibayar dengan saham. Gaji bulanan mereka, kata Andre, dibayar tidak melebihi umumnya perusahaan besar. Itu yang dalam bentuk uang. Pengeluaran gaji pimpinan GoTo, selama 9 bulan tahun ini, sebesar Rp 22,9 miliar. Berarti sebulan sekitar Rp 1,5 miliar. Dibagi untuk sekitar 10 orang.
Wajarlah gaji itu: sekitar Rp 150 juta/bulan/orang. Bahkan kurang besar. Terutama untuk ukuran perusahaan yang pernah bisa dapat uang Rp 160 triliun dalam sehari. Itulah sebabnya para pimpinan tersebut masih mendapat gaji dalam bentuk stock base compensation (SBC). Kompensasi berbentuk saham. Mereka diberi saham. Nilainya, konon mencapai sekitar Rp 11 triliun. Dibagi, mestinya, untuk sekitar 10 orang itu.