”Termasuk volume atas dua paket pekerjaan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan pada DPUTRPRKPLH kurang dari yang ditetapkan dalam kontrak sebesar Rp 480 juta,” tutur Nandang merinci.
Selain pada pembelanjaan kegiatan reguler serta belanja modal, pencairan dan pertanggungjawaban dua kegiatan Belanja Tidak Terduga (BTT) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dinilai kurang memadai. Mulai dari Kegiatan Pembentukan Duta Perubahan Perilaku Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19, belum didukung dengan Surat Keputusan Bupati terkait penetapan alokasi BTT sebesar Rp 2.314.500.000, untuk bantuan operasional beberapa organisasi dan instansi di Pemkab Tasikmalaya.
Kemudian, bukti pertanggungjawaban atas kegiatan yang bersumber dari BTT tersebut, belum sepenuhnya memadai.
Baca Juga:Parkir Langganan 20 Ribu Setahun, Pemkab Ciamis Berlakukan Perda No 7 Tahun 2022Antre Bantuan, Lansia Pingsan
”Yaitu pembayaran honorarium narasumber kepada Ketua Komite Kebijakan, enam anggota Komite Kebijakan, dan Ketua Pelaksana Harian sebesar Rp 778.000.000,00. Tidak disertai dokumen pendukung berupa laporan kegiatan dan absensi peserta kegiatan dan lain sebagainya,” kata Nandang.
BPK, lanjut dia, hanya mendapatkan tanda terima honorarium terhadap masing-masing penerima tanpa didukung dengan bukti pelaksanaan sosialisasi, sehingga bukti pertanggungjawaban tersebut tidak lengkap.
Lantaran tidak menggambarkan pelaksanaan sosialisasi dilakukan sesuai dengan volume (OJ) honorarium narasumber yang dibayarkan.
”Pada pemeriksaan yang dilakukan BPK, keterangan dari Sekretaris BPBD menyebut instansinya tidak mempunyai data atau dokumen yang membuktikan pelaksanaan sosialisasi kegiatan dukungan percepatan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 oleh Ketua Komite Kebijakan, Wakil Ketua Komite Kebijakan dan Ketua Pelaksana Harian Satgas Penanganan Covid-19 dilakukan sesuai dengan volume (OJ) honorarium narasumber yang dibayarkan,” kata Nandang memaparkan.
Tidak berhenti di tataran instansi pemkab saja, proses penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi transfer bantuan keuangan khusus ke desa. Di mana anggaran itu diperuntukan bagi sarana dan prasarana, juga belum memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan. Dibuktikan dengan tidak memadainya jumlah desa yang mengajukan permohonan bantuan keuangan khusus sebanyak 344 desa dengan nilai sebesar Rp 356.929.845.643.
”Tetapi proposal tidak diarsipkan dengan baik oleh Dinsos PMDP3A sehingga terdapat beberapa proposal yang tercecer dan tidak ditemukan. Kemudian, proposal yang diusulkan dibuat secara manual dan tidak dibuatkan suatu sistem penerimaan proposal secara memadai, kemudian usulan 213 desa di 39 kecamatan sebesar Rp 19 miliar tidak berdasarkan kriteria yang jelas, kemudian Rp 3,9 miliar di antaranya merupakan kegiatan bantuan keuangan yang tidak sepenuhnya selaras dengan kebutuhan desa,” kata Nandang menuturkan.