Jumlah penerima bantuan itu terbilang sudah melebihi jumlah warga miskin di Kota Tasikmalaya. Dengan demikian, asumsinya tidak ada lagi warga miskin di Kota Tasikmalaya.
Keanehan itu tampaknya diakibatkan tidak sesuainya data BPS dengan program dari pemerintah. Dengan demikian, pemberian bantuan seolah tidak tepat sasaran karena warga miskin masih ada yang tidak mendapatkannya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Ahmad Junaedi Shakan menilai ada hal yang mengganjal dari apa yang dikemukakan BPS, di mana warga pendatang masuk dalam pendataan. ”Artinya kan warga yang KTP luar daerah pun didata kan,” ucapnya.
Baca Juga:Semen DrumAntara Sensasi dan Nilai Seni
Sementara, upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan kemiskinan hanya menyasar penduduk Kota Tasikmalaya. Dengan begitu, warga dengan KTP luar daerah tidak akan jadi sasaran meskipun tinggal di Kota Resik. ”Karena program bantuan itu kan didasari KTP dan KK, jadinya kan enggak nyambung antara data dengan sasaran program,” tuturnya.
Dengan kondisi itu, sebagus apapun program yang dibuat tidak akan mengentaskan kemiskinan. Pasalnya warga miskin yang merupakan perantau akan menjadi beban dalam pendataan BPS. ”Atau jangan-jangan yang tercatat miskin itu kebanyakan bukan KTP Kota Tasik,” katanya.
Menurut dia, harus ada persepsi yang sama terlebih dahulu soal data kemiskinan antara pemkot dengan BPS. Supaya ada sinkronisasi antara data BPS dengan sasaran program pemerintah kota. ”Misal ada evaluasi pendataan BPS itu khusus untuk yang KTP Kota saja,” tuturnya.
Alternatif kedua, yakni program pembaruan data di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Namun tentunya hal ini bergantung pada kesediaan warga juga untuk mengurus perpindahan. ”Jadi semua warga luar daerah yang berdomisili di kota harus diubah KTP-nya menjadi warga kota,” ucapnya.
Wawancara terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya H Muslim MSi pun mengatakan bahwa angka kemiskinan ini ditenggarai masalah data. Tanpa data yang akurat, maka program penanggulangan pun tidak akan berjalan sesuai harapan. ”Kan data itu sebagai dasarnya, jadi akurasinya sangat penting,” tuturnya.
Sementara, program penanganan kemiskinan yang dirancang oleh Badan Perencanaan Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) mengacu pada data kemiskinan dari BPS. Sedangkan data tersebut tidak jelas sebaran lokasinya. ”Dasarnya kan katanya dari BPS, tapi ketika ditanya lokasi-lokasinya tidak ada,” ucapnya.