Tenaga pengajar di Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (Umtas) itu menyebut dalam pendidikan tatap muka itu diperlukan. Distribusi materi pendidikan akan lebih kuat ketika guru dan murid saling memperhatikan secara visual. ”Belum lagi untuk beberapa kepentingan yang mengharuskan satu sama lain memandang,” katanya.
Solusinya, menurut dia, penjelasan dalam aturan itu haruslah kongkret dan detail. Supaya tidak menimbulkan tafsir berbeda dan kesalahpahaman yang menimbulkan kekakuan. ”Harus secara jelas pandangannya seperti apa, ke arah mana dan hal-hal mendetail lainnya,” ujarnya.
Namun pada dasarnya, dia berharap aturan tersebut bisa betul-betul membuat lembaga pendidikan lebih aman dan nyaman. Yakni dengan tercegahnya kasus pelecehan seksual di sekolah maupun madrasah.
Baca Juga:Ajudan Sekda Masuk IslamTulisan Pendek
Dikutip dari PMA No 73 Tahun 2022, pada pasal 5 ayat 2 huruf b disebutkan bahwa ”menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban” masuk kategori kekerasan seksual. Begitu juga dengan ”menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman” di pasal 5 ayat 2 huruf d. (rga)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!