Ekspektasi Publik di Tangan DPRD

Ekspektasi Publik di Tangan DPRD
H Muslim
0 Komentar

Sementara itu, pemerhati kebijakan anggaran pemerintah Nandang Suherman mengatakan DPRD semestinya tidak kaku. Harus lebih pro-aktif dalam menyuarakan aspirasi publik berkenaan penentuan calon Pj wali kota. ”DPRD gak hanya mesti nunggu secara legalistif normatif. Pj wali kota itu tidak tok urusan administratif, tetapi tetap ada fungsi politik kepemimpinan sebagai kepala daerah, harusnya DPRD lebih rewel urusan ini,” tutur Nandang.

Otomatis, lanjut dia, aspek legalitas menjadi Pj wali kota mesti terpenuhi. Karena hanya bermodal ditunjuk menteri dan ditempatkan di Kota Tasikmalaya, tidak cukup. Namun butuh legitimasi dan dukungan publik, lantaran dia nanti bakal menjalankan fungsi kepala daerah secara utuh. ”Karena secara prinsip, kepala daerah itu dipilih oleh publik. Kalaupun pakai embel-embel Pj dengan rentan waktunya 2,5 tahun, dia akan gunakan dua sampai tiga APBD yang efektif untuk membangun dan membenahi daerah,” ujarnya.

Pengajar Sekolah Politik Anggaran dari Perkumpulan Inisiatif tersebut menekankan para wakil rakyat semestinya menjalankan fungsi representatif. Menyuarakan keinginan publik, disamping selama ini melakoni tugas fungsi penganggaran, pengundangan dan pengawasan. ”Fungsi representatif, harus dijalankan dalam menggaungkan keinginan atau kehendak publik, harus siapa yang diusulkan. Suara publik ada di DPRD, untuk peranan itu, kami tidak melihat dilakukan oleh wakil rakyat,” tutur Nandang.

Baca Juga:KPU Mulai Lakukan Verifikasi FaktualIBI Wujudkan Generasi Unggul

Minimalnya pembahasan pengusulan Pj wali kota bisa lebih terbuka. Dilakukan polling dengan kriteria mulai dari kultural, komunikasi dengan aparat setempat, berjejaring, pengalaman dan kriteria lainnya yang ideal. ”Bayangkan saja, setengah periode itu waktu yang cukup strategis menentukan bagaimana laju perkembangan di daerah. Pj wali kota harus konsen ke sana, di mana penyelenggaraan pemerintah berjalan efektif, penuhi unsur dan kebutuhan dasar yang sekarang masih belepotan, kemudian katrol layanan publik, infra dan sufrastrukturnya. Jalankan saja,” katanya membeberkan.

Dia berpendapat ketika legitimasi publik tidak diraih calon kandidat Pj wali kota, bakal menuai gelombang penolakan atau minimalnya terjadi kegaduhan. Menteri atau gubernur pun, diharapkan tidak menggunakan kacamata kuda dalam menerjemahkan regulasi terkait penentuan Pj wali kota. ”Harusnya diuji publik dulu, bagaimana respons figur-figur yang dipotret DPRD, jangan pura-pura tidak tahu dan cenderung kaku. Mereka kan representasi publik, yang mesti memastikan komando bale kota bisa diemban figur yang meyakinkan untuk penyelenggaraan pemerintahan,” harapnya. (igi)

0 Komentar