”Wali kota harus bisa yakinkan terhadap DPRD mau seperti apa dan dibawa ke mana arah penataan HZ Mustofa dan Cihideung yang belum tuntas dengan ekses yang ditimbulkannya. Infrastruktur sih bisa dikatakan beres, tapi dampak sosial di sana? Kemudian kalau proyek dilanjut apa bisa naikkan kesejahteraan publik atau tidak? Meski yang setuju dilanjut 80 persen, 20 persen tidak setuju, berarti mereka yang mungkin korban dari HZ Mustofa atau warga lain yang berharap pemkot merealisasikan kegiatan yang sifatnya bisa mengatrol kemiskinan,” kata Muslim.
Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya H Wahid mengakui sejauh ini secara fisik pengerjaan HZ Mustofa dan Cihideung tidak terjadi persoalan. Animo warga yang sudah melihat hasil kegiatan, dibandingkan dengan saat pekerjaan mau dimulai sangat bertolak belakang. ”Dulu ramai kan, ada penolakan lah, ada kekhawatiran lah. Toh pada akhirnya setelah jadi banyak yang ingin dilanjutkan. Respons juga tentu mendukung, tapi terlepas dari itu lanjut tidaknya rekonstruksi sampai Simpang Panyerutan tergantung kemampuan keuangan daerah,” ujar Wahid.
Ketua DPC PKB Kota Tasikmalaya itu menceritakan APBD belakangan ini sedang morat-marit. Di mana, baru-baru ini dana cadangan Pilkada 2024, yang semula dialokasikan Rp 20 miliar di 2022, menurun menjadi Rp 10 miliar saja. ”Kalau ada anggaran dan kemampuan daerah mencukupi, kenapa tidak dilanjutkan toh publik juga sudah begitu antusias melihat perubahan HZ Mustofa. Hanya saja, ketika anggaran terbatas dan ada kebutuhan yang jauh lebih urgen, terutama angka kemiskinan kita masih 13 persen, itu tentu harus jadi pemikiran yang didahulukan,” tuturnya.
Baca Juga:Pemkab Diminta Tegakkan Perda MirasDawet Nawi
Wahid menambahkan secara kalkulasi kebutuhan anggaran untuk melanjutkan proyek semipedestrian Jalan HZ Mustofa hingga simpang Panyerutan di kisaran Rp 9 sampai 10 miliaran saja. Namun, kondisi perekonomian yang kurang mendukung, tentunya belanja semacam itu mesti dipertimbangkan dengan kebutuhan lain yang tentu lebih mendesak. ”Kalau mengukur panjang, memang dari simpang Taman Kota sampai Cihideung tidak begitu jauh, anggaran pun kelihatannya tidak berbeda dengan penataan sampai simpang Panyerutan. Cuma yang jadi persoalan, melihat kemampuan daerah kalau kita ada yang lebih urgen, masa mau dahulukan pembangunan fisik dibanding peningkatan kesejahteraan publik,” kata Wahid. (igi)