Ami mengakui ada konsumennya yang secara langsung mengungkapkan keluhannya soal harga-harga yang naik. Ada juga yang tidak terdengar keluhannya namun jadi jarang belanja ke warung. “Sedikit kalau yang mengeluh, sisanya jadi jarang belanja,” ucapnya.
Untuk menjaga kestabilan, tentunya sebagai pemilik warung dia tidak bisa mengambil selisih harga yang banyak. Nominalnya bergantung pada tingkat kebutuhan warga terhadap barang tersebut. “Paling dari satuan ngambil selisih Rp 100 sampai Rp 200,” katanya.
Diakui Ami, keuntungan yang bisa dia ambil dari usaha warung itu sangat minim. Maka dari itu, dia dituntut punya usaha lain karena tidak bisa hanya mengandalkan penghasilannya dari warung. “Kalau dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, sudah pasti bangkrut,” ucapnya. (*)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!