TAWANG, RADSIK – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Tasikmalaya bekerja sama dengan BPBD Kota Tasikmalaya dalam penanganan kebencanaan. Hal itu ditegaskan Kapalas Klas II B Tasikmalaya Davy Bartian.
Menurutnya, lembaga pemasyarakatan tersebut lokasi yang cukup rawan bencana, baik bersifat alam maupun non alam. Pihaknya mengakui, untuk menangani kebencanaan butuh suatu kompetensi dan juga pengetahuan dalam penanggulangan bencana.
“Tentunya kami ya harus kemana lagi selain berkoordinasi dan bersinergi dengan teman-teman di BPBD,” terangnya usai penandatanganan MoU dilakukan di Aula Kantor BPBD dan Damkar Kota Tasikmalaya, Selasa (27/9/2022).
Baca Juga:Daging Ayam Naik, Telur TurunBiasakan PHBS Sejak Dini
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Maka, lanjut Davi, pihaknya berupaya bersinergi untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut. Selain para petugas juga dibiasakan penanganan ringan, agar bisa mereduksi risiko yang bakal terjadi saat bencana datang. “Kedepannya nanti akan ada pelatihan atau teman-teman BPBD memberikan arahan pelatihan teknis dan sebagainya kepada petugas kami dalam menangani kebencanaan,” harap dia.
Sementara itu Kepala BPBD Kota Tasikmalaya H Ucu Anwar menuturkan, kerja sama seiring dengan program di instansinya. Dimana, BPBD tengah menggencarkan pengurangan risiko bencana dari proses awal kajian risiko. “Maka kehadiran Lapas yang mengajak melakukan nota kesepahaman dan MoU adalah bagian yang tak terpisahkan dari keinginan kami dalam rangka memberikan edukasi dan sosialisasi tentang pengurangan risiko bencana,” kata Ucu.
Apalagi, lanjut dia, BPBD memiliki tagline untuk mengurangi risikonya demi keselamatan publik yang ada di wilayah. Kenali bahaya untuk mengurangi risiko tersebut. “Sebab, dalam kacamata BPBD ada dua objek yang menjadi prioritas perhatian kami. Yaitu Lapas dan tempat hiburan karaoke,” tegasnya.
Dua tempat itu, menurut Ucu, memiliki resistensi dan punya risiko tinggi terhadap jatuhnya korban kebencanaan alam maupun non alam. “Dalam bencana non alam yaitu kebakaran misalnya, di Lapas akan sangat sulit melakukan evakuasi. Karena para warga binaan ada di dalam sel terkunci,” ceritanya menggambarkan.
Otomatis proses membuka kunci itu yang perlu dilatih kepada para petugas Lapas untuk menjadi pemandu saat mengevakuasi warga binaan dari bencana non alam. “Ketika terjadi bencana kebakaran di karaoke, kebanyakan ruang karaoke atau room-nya itu kedap suara. Maka hal-hal itu yang perlu kita latihkan kepada dua tempat yang kami inisiasi dilakukan MoU dalam rangka simulasi dan edukasi kebencanaan,” pungkas dia. (igi)