JAKARTA, RADSIK – Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR) tentu akan berdampak pada pasar keuangan dan sektor riil. Sejumlah langkah strategis bakal ditempuh industri perbankan. Dengan demikian, fungsi intermediasi masih terus berjalan dan tumbuh positif.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan menyatakan, peningkatan BI7DRR sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen akan ditempuh untuk menekan inflasi dalam negeri dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Baca Juga:Mengolah Kelapa Jadi Minyak MurniSiswa SMK YI Juara Nasional Oaction 4
“So far, hitungan kami tidak mengubah target tahun ini. Untuk tahun depan, kami masih lihat. Saya rasa itu (hawkish BI) masih akan berjalan,” kata Lani di Digital Lounge Graha CIMB Niaga Minggu (25/9/2022).
Saat ini pihaknya berfokus terhadap pertumbuhan dana murah alias current account savings account (CASA) berupa giro dan tabungan. Hingga Agustus 2022, CASA ratio CIMB Niaga mencapai 67 persen. Dana pihak ketiga (DPK) secara konsolidasi juga tumbuh 6,4 persen secara tahunan menjadi Rp 231,99 triliun.
Pertumbuhan DPK itu berasal dari CASA giro dan tabungan yang naik 12,1 persen year-on-year (YoY). Dari Rp 136,01 triliun menjadi Rp 152,45 triliun.
Sementara itu, Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menyatakan, sikap hawkish BI akan meningkatkan rata-rata suku bunga pasar uang antarbank (PUAB). Yang kemudian akan berpengaruh pada kenaikan suku bunga kredit perbankan.
Implikasi transmisi kenaikan suku bunga acuan terhadap suku bunga bank cenderung masih terbatas. Khususnya hingga akhir tahun. Sementara itu, efek terhadap risiko kredit juga bervariasi berdasar jenis penggunaan. “Kenaikan suku bunga kredit modal kerja cenderung akan lebih cepat atau lebih besar daripada kenaikan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi,” jelas Josua.
Di kesempatan lain, Kepala BCA Kantor Wilayah III Surabaya Hendrik Sia menyatakan, pihaknya belum mengikuti suku bunga acuan terbaru. Sebab, pihaknya sedang berupaya menggenjot penyaluran kredit konsumer.
Menurut Hendrik, BI memang harus menaikkan suku bunga. Sebab, bank sentral Amerika Serikat juga telah mengerek suku bunga acuannya. Jika Bank Indonesia tak mengikuti jejak The Fed, nilai tukar rupiah terancam melemah.