Soal ide dan gagasan tentunya sangat diperlukan oleh caleg. Hanya saja harus ditunjang oleh pemahaman masyarakat dari mulai fungsi dan manfaat anggota dewan untuk masyarakat. ”Sebagian masyarakat belum paham kalau mereka memilih anggota dewan yang tepat, itu akan berpengaruh kepada kehidupan masyarakat,” katanya.
Disinggung soal biaya politik dia pun tidak memungkiri hal itu sangat dibutuhkan. Karena operasional sosialisasi, kampanye tidaklah gratis. ”Untuk menang itu sepertinya minimal harus pegang Rp 300 juta,” ujarnya.
Lain halnya dengan Arief Abdul Rohman, caleg dari partai Golkar pada 2019. Dia masih mempertimbangkan dan memantapkan hati untuk maju kembali atau tidak. ”Melihat situasi nanti,” katanya.
Baca Juga:Pendidikan KeringDisdikbud Belum Bisa Pastikan Waktu Perbaikan
Disinggung pembelajaran yang diambil, menurut dia, proses interaksi antara caleg dan warga harus terbangun melalui proses panjang. Selain untuk popularitas, juga untuk pendidikan politik juga. ”Supaya warga itu tidak mengenal dewan sebatas wakil rakyat saja, tanpa mengetahui manfaat dan peran pentingnya,” tuturnya.
Secara komunikasi serta memunculkan gagasan sampai pemasangan alat peraga kampanye, hal itu sudah dilakukan. Namun hal itu tampaknya belum menjamin ketika warga punya sudut pandang lain kepada caleg. ”Masih ada masyarakat yang ketika datang caleg, pertama yang dinilai itu berapa uang duduknya bukan gagasannya,” ujarnya.
Dia meyakini bahwa finasial bukan kunci utama dalam keberhasilan meraih kursi. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa biaya politik tetap harus disiapkan untuk keperluan operasional. ”Karena prosesnya panjang, sepertinya harus ada sekitar Rp 200 juta,” katanya. (rga)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!