JAKARTA, RADSIK – DPRD Kota Tasikmalaya mengaspirasikan sejumlah kendala yang dihadapi dalam mengatrol pendapatan dan pertumbuhan perekonomian. Sebab, daerah dengan julukan Kota Resik ini sebatas mengandalkan retribusi dan pajak daerah yang belum signifikan.
Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Muslim MSi menuturkan, menghadapi masuknya tol dari Bandung menuju Kota Tasikmalaya 2024 mendatang, pihaknya ingin kemajuan itu bisa dibarengi pendapatan daerah secara relevan.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Baca Juga:Penempatan Jukir Berubah-ubahStatus BSU Bikin Waswas
Beriringan dengan masuknya investasi secara masif, dimana Kota Resik merupakan daerah industri perdagangan dan jasa. “Kita sampaikan keinginan-keinginan tersebut ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Kementerian Investasi. Mudah-mudahan mendapat sinyal positif, lantaran outputnya nanti bisa menekan pengangguran, meningkatkan daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Muslim saat menghubungi Radar, Jumat (23/9/2022).
Pada kesempatan tersebut, Muslim menceritakan selama ini pertumbuhan di daerah belum beriringan dengan pendapatan daerah secara signifikan. Dia mencontohkan, masifnya minimarket di Kota Resik, belum bisa secara optimal mengatrol perputaran ekonomi masyarakat apalagi pendapatan.
“Apalagi adanya kemudahan perizinan lewat OSS, cukup NIB kita bisa berusaha. Tanpa mengindahkan kearifan lokal, sementara perda kita kan masih membatasi kuota, jarak radius dengan pasar rakyat. Sekarang, seolah liar tak terkontrol. Itu karena terbatasnya pengawasan dan pengendalian di daerah,” tuturnya menceritakan.
Ia mengakui sulitnya mengendalikan perkembangan investasi saat ini, sejatinya daerah mesti bisa memaksimalkan pengawasan. Pemantauan perizinan usaha yang tentunya bisa disikapi lewat diskresi daerah. “Memfilternya itu mesti ditingkatkan oleh pemkot, toh di Bogor juga ada panti pijat, itu sudah terbit izinnya via OSS tapi pemda dan masyarakat menolak, bisa. Otomatis dinas kita juga harus proaktif memelototi permohonan yang diusulkan ke pusat. Maksimalkan pengendalian,” keluhnya.
Pihaknya juga menekankan supaya toko modern yang berjejaring bisa memfasilitasi 30 persen produk dari pengusaha lokal. Supaya pelaku UMKM daerah, perajin makanan olahan atau apapun bisa terakomodir di etalase minimarket. “Membeludaknya minimarket, mulai lokal sampai franchise, kita cuma membeli, tak bisa ikut mendorong pengembangan usaha UMKM kita,” kata Politisi PDI Perjuangan itu.