TASIK, RADSIK – Bermunculannya figur yang digadang-gadang bakal menjadi kandidat Penjabat (Pj) Wali Kota Tasikmalaya menjadi perhatian tokoh-tokoh masyarakat. Mereka memiliki ekspektasi tinggi terhadap calon pengganti H Muhammad Yusuf.
Seperti diutarakan tokoh ulama Tasikmalaya H A Deni Adnan Bumaeri atau akrab disapa Asden. Berbicara figur yang diharapkan dari sejumlah diskusi lintas profesi, tentunya Pj wali kota mutlak harus cerdas. ”Cerdas di sini tidak sekadar intelektual, melainkan cerdas emosional dan spiritual. Secara umum, itu yang kami tangkap hasil berdiskusi dengan ulama, politisi, akademisi sampai usahawan,” ujar Ketua Dewan Pertimbangan Daerah PUI Kota Tasikmalaya itu kepada Radar, Jumat (23/9/2022).
Dia mendefinisikan cerdas emosional berarti mengerti, simpati, empati dan gaul. Mengerti kultur masyarakat Kota Resik yang kental dengan kearifan lokal kesantrian serta keagamaan. ”Misalnya memahami peran ulama, sensitif terhadap persoalan keagamaan minimalnya care atau peka. Termasuk cerdas spiritual juga, minimal memberi contoh lah urusan ketaatan agama agar respect masyarakat pun beriringan, kalau tidak begitu akan ramai tentunya dan rentan kontroversi,” tutur Asden.
Baca Juga:Putusan OtakTransaksi Sabu di Gang Diringkus
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Menurut dia, Pj wali kota nanti memiliki kebijakan dalam merotasi-mutasi pegawai. Kontan, kecerdasan emosional mutlak dibutuhkan supaya bisa memetakan pejabat Kota Tasikmalaya berdasarkan pertimbangan komprehensif. Mencakup segala aspek. ”Jangan jadi pejabat itu mengangkat orang-orang atau figur yang ya mohon maaf tidak berkenan di hati masyarakat. Itu lah cerdas emosional, tidak mentang-mentang dekat, dinilai paling loyal, dia diposisikan di tempat yang tidak semestinya dijabat,” katanya.
Disinggung soal siapa figur daerah yang mesti diusulkan menjadi opsi Pj wali Kota? Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Wal Aqidah Ash Shofa Tasikmalaya itu, menimbang sebaiknya jabatan tertinggi di daerah saja. Golongan paling tinggi di daerah. ”Meski boleh-boleh saja dari sisi normatif dan hukum positif, siapa pun penuhi kriteria boleh diusulkan. Tapi urusan wisdom, keberpengaruhan dan kewibawaan, baiknya kultural semacam itu diperhatikan. Jangan terulang lah, dulu-dulu kita miliki historis pemilihan pejabat tinggi itu seolah kan melompati beberapa senior. Eksesnya kurang baik di publik, dan berpengaruh terhadap atmosfer serta suasana kelangsungan daerah,” ujar Asden.