Menurut AHY, minyak goreng, telur ayam, cabai, beras, bawang, dan kedelai, makin sulit dijangkau oleh masyarakat. Pilihannya ada dua. Barangnya ada, tetapi harganya gila-gilaan. Atau, harganya terjangkau, tetapi barangnya tidak ada di pasaran. ”Bayangkan, bagaimana Ibu Daimah, Ibu Ana, dan Ibu Indah tadi, serta lebih dari 115 juta masyarakat rentan miskin, menghadapi masalah ini,” tuturnya.
Bagi yang sudah bekerja, menurut AHY, hampir 60 persennya adalah pekerja informal. Penghasilannya juga tak menentu. Sedangkan bagi pekerja formal, kenaikan upah, sebesar 1,09 persen, dirasa tak sebanding, dengan kebutuhan hidup mereka. ”Apalagi, setelah harga BBM naik, inflasi bisa mencapai, tujuh persen. Pengeluaran semakin tinggi, sementara pendapatan masih rendah,” ujarnya.
AHY menyebut sesungguhnya, ada banyak cara, untuk menyelamatkan fiskal, selain menaikkan harga BBM. Misalnya, dengan melakukan realokasi anggaran; penentuan prioritas; termasuk, penundaan sejumlah proyek nasional, yang tidak sangat mendesak.
Baca Juga:Ratu WushuPemekaran Harus Mutlak Keinginan Masyarakat
Sekarang, kenyataannya, lanjut AHY, harga BBM, sudah dinaikkan. Untuk itu, Demokrat menawarkan dua solusi. Pertama, bantuan kepada rakyat, yang ekonominya lemah, atau BLT. Jumlah uangnya harus cukup, tepat sasaran, dan harus bebas dari politik. ”BLT—produk kebijakan Presiden SBY, yang dulu ditentang oleh sebagian kalangan—justru sekarang ditiru dan terbukti menjadi penyangga utama, daya beli masyarakat,” ujarnya.
Kedua, AHY menyebut, alasan dan waktu untuk menaikkan harga BBM juga harus tepat. Jika harga minyak mentah dunia menurun, turunkan kembali harga BBM-nya. ”Jangan sebaliknya, ketika harga minyak dunia turun, harga BBM justru dinaikkan,” katanya.
AHY mengungkapkan masyarakat yang ditemuinya, kalangan buruh, dan juga mahasiswa banyak yang menuntut pemerintah untuk memanfaatkan pendapatan negara demi menanggulangi kebutuhan masyarakat yang mendesak. Bukan ke hal-hal yang tidak urgen. Misalnya proyek infrastruktur yang ambisius.
”Pembangunan infrastruktur memang penting, dan beberapa proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah, mulai dirasakan manfaatnya. Namun, ketika keuangan negara sangat berat, ditambah beban utang yang tinggi, maka, perlu dilakukan penjadwalan kembali, atau dilakukan penundaan,” katanya.
Menyangkut pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru, kata AHY, Demokrat setuju. Mengingat, kondisi Kota Jakarta, sudah tidak ideal lagi. Pembangunan IKN di Kalimantan Timur, juga dimungkinkan. ”Catatan Demokrat adalah IKN tersebut harus dikonsepkan, direncanakan, dan dipersiapkan dengan baik. Kalau tidak, maka bisa gagal pembangunannya,” tuturnya.