Selain itu, likuiditas industri perbankan pada Juli 2022 masih berada pada level yang memadai. “Sejalan dengan tren nasional, fungsi intermediasi perbankan di Daerah pada Juli 2022 dalam kondisi terjaga dengan kecenderungan peningkatan penyaluran dana yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan dana, sehingga LDR posisi Juli 2022 (76,51%) meningkat dibandingkan Juni 2022 (73,13%),” jelasnya.
Sementara itu likuiditas perbankan daerah pada Juli 2022 berada pada level yang memadai sebagaimana tercermin pada AL/NCD dan AL/DPK yang berada di atas threshold, masing-masing 118,21% dan 24,17%.
Profil risiko perbankan pada Juli 2022 masih terjaga dengan rasio NPL net perbankan tercatat sebesar 0,82% (NPL gross: 2,90%).
Baca Juga:Berburu Cuan Reksa Dana Pasar UangBeri Pelatihan Pengelolaan Keuangan Masjid
“Di tengah berbagai tekanan yang dihadapi perekonomian global saat ini, pertumbuhan kredit diproyeksikan akan terus meningkat tahun 2022 seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan masih cukup baik dibandingkan negara-negara lainnya,” katanya.
Kinerja perekonomian yang baik tersebut akan diikuti naiknya permintaan kredit khususnya sektor-sektor ekonomi yang dianggap prospektif, seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, serta UMKM. “Sementara itu, perlu juga diwaspadai sektor pertambangan dan komoditas yang saat ini tumbuh signifikan namun berpotensi menghadapi tekanan jika harga komoditas terkoreksi,” ujarnya.
Di sektor Kinerja Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), penghimpunan premi sektor asuransi di bulan Juli 2022 tercatat meningkat dengan penghimpunan premi Asuransi Jiwa bertambah sebesar Rp 13,2 triliun, serta Asuransi Umum bertambah sebesar Rp 8,6 triliun.
Selain itu, FinTech peer to peer (P2P) lending pada Juli 2022 terus mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 88,8% yoy, meningkat Rp 1,14 triliun menjadi Rp 46 triliun.
Secara umum sektor IKNB masih berada dalam kondisi yang baik, meskipun disadari saat ini terdapat beberapa Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) yang memerlukan perhatian khusus antara lain disebabkan oleh kurangnya permodalan/pendanaan serta kelemahan dalam penerapan tata kelola dan manajemen risiko.
“Untuk itu, saat ini salah satu fokus utama OJK adalah melakukan penguatan pengawasan terhadap LJKNB dimaksud dengan melakukan komunikasi secara intensif dengan LJKNB, termasuk mendesak manajemen dan pemegang saham untuk memenuhi kebutuhan permodalan/pendanaan dan melakukan perbaikan tata kelola dan manajemen risiko perusahaan. Terhadap LJKNB yang tidak dapat mengatasi permasalahannya akan dilakukan tindakan pengawasan secara tegas sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” pungkasnya. (na/adv)