COO Bareksa Ni Putu Kurniasari menjelaskan, pelaku pasar saat ini mengkhawatirkan resesi global. Meski, dampaknya ke investasi di Indonesia tidak terlalu besar. ”Ekonomi Indonesia masih aman. Meski sempat kita merasakan kenaikan harga minyak goreng, sekarang mulai stabil karena supply dijaga baik,” ujarnya.
Dengan suku bunga acuan secara global naik, beberapa aset, seperti obligasi negara dan saham-saham di negara berkembang, bisa terkena dampaknya. Makanya, yield obligasi negara Indonesia juga ikut naik, yang mengindikasikan harganya turun. ”Maka, untuk short term condition 1–2 bulan ke depan, saya prefer investasi yang low risk. Tidak bergantung fluktuasi. Misalnya, produk reksa dana yang berbasis deposito,” tuturnya.
Ekonom Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyebutkan, dengan kenaikan suku bunga BI, perbankan akan menaikkan bunga produk depositonya. Hal itu merupakan penyesuaian yang lumrah terjadi. Sebab, perbankan tidak ingin simpanan nasabah di deposito ditarik lantaran mereka sudah tidak tertarik dengan bunga yang ditawarkan.
Baca Juga:Beri Pelatihan Pengelolaan Keuangan MasjidSSB DK Gali Potensi Daerah
’’Jadi, kenaikan suku bunga acuan itu nanti berimbas pada bunga deposito yang pasti disesuaikan,’’ ujarnya.
Bhima menambahkan, jika bank tidak menaikkan bunga deposito di kala kenaikan suku bunga BI, imbal hasil dari deposito akan tergerus inflasi. Hal itu membuat nasabah menarik simpanan depositonya dari bank dan mengalihkan dananya ke instrumen investasi lain yang dapat memberikan imbal hasil lebih tinggi.
’’Bunga deposito naik untuk jaga likuiditas perbankan. Deposannya happy, uangnya tetap di perbankan disimpan, tidak jadi dialihkan ke aset lainnya,’’ tandasnya. (jpc)
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!