TAWANG, RADSIK – Adanya aduan pungutan liar terhadap pemilik toko di Cihideung jangan hanya sebatas jadi bahan evaluasi. Perlu penindakan lebih lanjut untuk memastikan ada tidaknya aparatur sipil Negara (ASN) aktif yang terlibat.
Ketua Pemuda Persatuan Umat Islam (PUI) Jawa Barat Deden Tazdad meminta pemkot mengusut kasus tersebut. Dari mulai jumlah pemilik toko yang dimintai retribusi palsu sampai dengan meminta penjelasan pelaku. “Kalau tidak ada tindak lanjut, besok-besok bisa ada lagi,” ungkapnya kepada Radar, Rabu (31/8/2022).
Seperti dikemukakan Wali Kota Tasikmalaya H M Yusuf. Besar kemungkinan tidak hanya satu atau dua toko saja yang menjadi korban. Tentunya hal ini perlu penelusuran lebih lanjut. “Rp 1,2 (juta) kalau dikalikan belasan atau puluhan toko bukan angka yang kecil, belum lagi kalau di tempat lain ada juga,” ucapnya.
Cukup disesalkan masalah tersebut baru diungkap setelah 10 tahun berlalu.
Baca Juga:Sementara, Peradi Tetap LengkapKorban Kebakaran Terus Diperhatikan
Artinya, pengawasan dari pemerintah saat itu lemah, sehingga bisa sampai kecolongan. “Kok bisa sampai tidak terdeteksi,” katanya.
Pihaknya pun curiga pungli tersebut tidak dilakukan secara personal. Apalagi kuitansi pembayarannya menggunakan nama organisasi perangkat daerah (OPD). “Ada indikasi ini memang terorganisir, makanya harus didalami,” ujarnya.
Tidak menutup kemungkinan, pungli tidak hanya terjadi di tahun 2010, 2011 dan 2012 saja. Pasalnya pemungutan bisa dibilang melanjutkan kebijakan yang dilakukan saat pemekaran belum dilakukan. “Katanya kan waktu dipegang pemkab memang ada retribusi yang legal, aneh kalau pungli itu baru dilakukan tahun 2010 sedangkan pemekaran sudah terjadi sejak 2001,” katanya.
Sebelumnya, Wali Kota Tasikmalaya H M Yusuf mendapat aduan tentang adanya retribusi penutupan selokan atau saluran air dari salah satu pemilik toko di Jalan Cihideung. H Yusuf menjelaskan pemilik toko menunjukkan tiga kuitansi pembayaran. Dugaan pungli tersebut terjadi pada tahun 2010, 2011 dan 2012. “ke sininya tidak ada lagi, 2013 sudah enggak ada,” terangnya.
Dijelaskannya, sebelum pemekaran memang ada retribusi penutupan selokan oleh Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Namun pasca pemekaran hal tersebut tidak lagi berlanjut. “Kota (pemkot) tidak pernah melakukan (membuat) regulasi itu,” terangnya.
Nilai Rp 1,2 juta yang dipungut hanya dari satu toko saja dalam setahun. Tentunya nilai totalnya bisa berlipat-lipat ketika pungli tersebut dilakukan kepada semua pemilik bangunan toko yang berdiri di atas saluran air. “Kalau dikumpulkan lumayan, mungkin semua (bangunan) di atas selokan dipungut banyak kan,” ucapnya.