TAROGONG KIDUL, RATGAR – Hampir seluruh bangunan SDN Jagabaya 1 di Kecamatan Mekarmukti rusak parah. Nyaris tak bisa digunakan untuk belajar mengajar.
Rusaknya bangunan sekolah berdampak pada jumlah siswa yang belajar di sekolah tersebut. Terus menurun. Hingga saat ini, total siswa yang belajar di sekolah tersebut hanya mencapai 40 orang dari enam kelas.
“Kalau dulu itu siswanya itu ada 200 orang. Sekarang terus menurun. Bahkan kelas 1 sekarang itu hanya 4 orang,” ujar Sekretaris Komisi IV DPRD Garut Wawan Kustiawan kepada wartawan di kantornya, Senin (29/8/2022).
Baca Juga:Ingin Jadi Pusat Pembibitan Benih KopiBentuk Tim Selesaikan Tunda
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Wawan melihat langsung kondisi sekolah rusak saat melakukan kunjungan ke daerah pemilihannya di Garut Selatan akhir pekan lalu. Wawan mengaku diminta warga melihat bangunan sekolah yang rusak berat dan tidak bisa digunakan. “Saya datang jam 11 siang, sudah tidak ada siswa. Ternyata siswa belajar di rumah warga yang kelas 4 sampai 6,” ujarnya
Wawan menuturkan, cerita yang didapat dari kepala sekolah lewat telepon. Ada tiga lokal bangunan di sekolah tersebut. Tiga bangunan ruang kelas dan satu bangunan kantor. Dua lokal kelas sempat mendapat bantuan, namun hanya bantuan rehab ringan. “Tapi sekarang sudah rusak lagi, parah. Sudah tidak layak digunakan. Makanya siswa belajar di rumah Pak Engking, mantan kepala sekolah disini,” terangnya..
Menurut dia, murid-murid SDN Jagabaya 1 berasal dari tiga kampung besar di Desa Jagabaya yaitu Kampung Jaringao, Kandangjaya dan Wangun. Karena kondisi sekolah rusak berat sejak tahun 2017, orang tua siswa lebih memilih menyekolahkan anaknya ke SDN Jagabaya 2 yang jaraknya lebih dari 3 kilometer dari SDN Jagabaya 1.
“Anak-anak berangkat sekolah pakai motor karena jauh. Itu juga untuk yang punya motor. Bagaimana kalau tidak. Tahun ini siswa kelas 1 hanya ada 4 orang, mana ada orang tua yang mau menyekolahkan anaknya di sekolah ini,” ujarnya.
Dari tiga ruang kelas yang ada, menurut Wawan, satu lokal ruang kelas sudah sama sekali tidak bisa digunakan. Seluruh bagian atapnya tidak ada. Sementara, dua lokal ruang kelas lainnya meski masih memiliki atap, bangunannya sudah rusak berat dan berisiko tinggi jika harus digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.