Oleh: Dahlan Iskan
ANDA sudah kenal orang ini. Di kolom komentator Disway ia selalu menggunakan nama ini: Everyday Mandarin.
Setiap saya menulis soal Taiwan, Everyday Mandarin pasti berkomentar. Sampai suatu saat ia menulis: saya sudah membeli tiket ke Taiwan. ”Kalau boleh saya akan melaporkan perjalanan saya ke Taiwan,” tulisnya.
Saya pun minta tolong admin. Agar dilacak siapa Everyday itu. Ternyata ia alumnus Taiwan. Lalu punya bisnis terkait Taiwan: mengurus siapa pun yang ingin belajar di Taiwan.
Baca Juga:Idealnya Tasik Jadi Empat DaerahBudi Daya Udang Vaname Potensial
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Nama asli Everyday adalah Alfonso Indra Wijaya. Ia punya pekerjaan lain yang tidak kalah larisnya: menjadi makcomblang. Orang Taiwan yang ingin mencari istri di Indonesia bisa lewat dirinya.
Sudah lebih 200 pasang berhasil ia perjodohkan. Salah satu pekerjaan beratnya: meyakinkan mertua. Baik yang di Indonesia maupun yang di Taiwan.
Sudah 2,5 tahun Everyday tidak ke Taiwan. Pandemi menjadi penghalangnya. Maka ketika Taiwan membuka diri lagi, Everyday merasa hidup lagi.
Ini, seperti yang ia janjikan, adalah laporannya dari Taiwan:
***
Para penumpang, kita telah mendarat di Taiwan Taoyuan International Airport. Begitu pengumuman dari pramugari maskapai China Airlines mengumumkan.
Senang dan lega. Senang karena butuh 2,5 tahun untuk bisa tiba kembali di Taiwan. Padahal jaraknya cuma 4,5 jam naik pesawat. Pandemi menghentikan banyak hal. Lega karena tak perlu tes PCR lagi untuk ke Taiwan. Peraturan baru ini berlaku sejak 15 Agustus 2022 lalu.
Hari sudah malam. Pukul 21.30 waktu setempat. Pesawat penuh dengan penumpang. Pebisnis, pelajar, pekerja migran, dan kunjungan keluarga. Tumplek jadi satu. Belum ada turis. Belum diizinkan.
Baca Juga:IKPM Gontor Kuatkan Persatuan Lewat TouringMakam Mayat Batukaras Dibongkar
Tak ada lagi jaga jarak di kursi pesawat. Semua sudah tak sabar ingin segera keluar pesawat. Suasana di dalam pesawat masih persis seperti sebelum 2,5 tahun lalu. Bahkan kita masih disuguhi nasi. Bedanya, hanya pramugari memakai pakaian pelindung tambahan. Mereka dan kita semua masih memakai masker.
Saat antre keluar pesawat, saya sempat mengobrol dengan 2 orang pramugari. Mereka pun meladeni obrolan. Tanpa ragu. Tanpa khawatir tertular virus. Dan saya baru tahu: ternyata para pramugari itu belum keluar dari pesawat sejak pagi. Sejak berangkat dari Taiwan ke Jakarta.