Begitu dahsyatnya pengaruh ”kuasa” dengan cara hegemoni, membuat masyarakat miskin kesulitan dalam mendobrak kemapanan yang sudah diciptakan kelas penguasa. Lalu apa yang menyebabkan masyarakat kesulitan dalam mendobrak hegemoni? Jawaban Gramsci, karena di dalam hegemoni ada ideologi yang dikembangakan dan dipertahankan. Ideologi yang sudah mapan dan dipertahankan oleh kelas penguasa yang bekerja sama dengan para oligark ini lama-kelamanan akan menjadi common sense, kewajaran. Sebagai contoh: Masyarakat akan menganggap bahwa ”kemiskinan, keterbelakangan” adalah sebuah kewajaran dalam masyarakat buruh yang terus bekerja dengan upah yang sudah ditentukan oleh kelas penguasa dalam sistem ekonomi kapitalisme. Dengan adanya common sense tersebut, masyarakat tidak akan bangkit kesadarannya.
Akan tetapi, betapapun dahsyatnya hegemoni yang dilakukan oleh kelas penguasa/negara, menurut Gramsci, tetap ada kelemahan. Kelemahan yang pertama datang dari kelas penguasa itu sendiri. Kelemahan pertama ini, menurut Gramsci, karena elite penguasa itu sedikit jumlahnya sehingga memerlukan dukungan dari kelompok lain di luar elite. Elite penguasa mau tidak mau akan melakukan semacan kesepaktan atau kontrak politik dengan kelas menengah atau bahkan kelas proletar sekalipun. Dengan adanya kontrak politik ini memungkinkan adanya gerakan perlawan yang dilakukan oleh kelas proletar.
Kelemahan kedua datang dari masyarakat miskin. Biasanya, menurut Gramsci, masyarakat miskin ini memiliki kesadaran ganda tentang realitas. Di satu sisi mereka menyadari tentang kemiskinan, ketertindasan, dan keterbelakangan meraka, akan tetapi kesadaran mereka tenggelam dalam narasi-narasi besar kelas penguasa/negara, misalnya tentang ekonomi dan politik kerakyatan. Celah inilah yang menurut Gramsci bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk melakukan counter hegemoni,
Baca Juga:Partai NU & Politik Presiden SoekarnoKarnaval Membentuk Profil Pelajar Pancasila
Kelompok yang paling pantas melakukan counter hegemoni ini, menurut Gramsci, adalah kelompok intekektual. Akan tetapi kelompok intelektual ini terbagi ke dalam dua kategori, intelektual tradisional dan intelektual organik. Yang pertama mencoba mempertahankan tentang status quo, dan cenderung menjadi kepanjangan tangan dari kelas penguasa/negara. Sedangkan yang kedua adalah intelektual yang berusaha untuk melakukan perlawanan terhadap ideologi kemapanan yang eksploitatif.
Inilah saatnya kaum intelektual organik menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat miskin dengan membuat mereka sadar dengan keadaan yang mereka hadapi, kesadaran nyata tentang pentingnya perubahan pola pikir dan pola laku dan pentingnya menuntut peran lebih dari hanya sekedar pemberi suara saat kampanye menjadi penentu gerak sejarah pembangunan bangsa. (*)