Oleh: Hendra Gunawan, Dosen Ilmu Politik Fisip Universitas Siliwangi
Kemerdekaan Indonesia dijadikan momentum oleh Laboratorium Ilmu Politik Fisip Unsil untuk jadi tema Ngaji Politik yang biasa diselenggarakan setiap Kamis. Dengan mengambil tema “Merdeka dari Hegemoni dan Dominasi Kelas Penguasa Bersama Antonio Gramsci” diisi oleh saya sendiri.
Pembacaan teks Proklamasi yang dikumandangkan Seokarno 77 tahun lalu sebagai tanda bahwa rakyat Hindia-Belanda telah merdeka, dan itu menjadi tonggak awal lahirnya sebuah bangsa bernama Indonesia.
Sejak saat itu rasa “Merdeka” yang dimiliki oleh semua warga Indonesia menjalar menjadi energi maha dahsyat untuk benar-benar terlepas dari eksploitasi politik dan ekonomi Belanda. Dan memang secara politis, bangsa Indonesia sudah ”terlepas” dari belenggu penjajahan, akan tetapi hal itu tidak berbanding lurus dalam bidang ekonomi.
Baca Juga:Partai NU & Politik Presiden SoekarnoKarnaval Membentuk Profil Pelajar Pancasila
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Secara ekonomi—kapitalisme—yang diperkenalkan oleh VOC-nya Belanda, semakin kuat mengakar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Kapitalisme ekonomi bahkan sudah menjadi semacan predator yang siap menghisap semua sumber daya yang ada di Indonesia baik sumber daya manusianya maupun sumber daya alamnya. Padahal kedua hal itu adalah modal bangsa Indonesia untuk meraih segenap cita dan tujuan bangsa.
Ada sebuah pertanyaan, kenapa sistem ekonomi dengan corak kapitalisme bisa bertahan di Indonesia sampai hari ini? Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menjelaskan hal tersebut dalam kacamata seorang tokoh intelektual bernama Antonio Gramsci.
Dominasi dan hegemoni merupakan tema sentral dari gagasan utama Antonio Gramsci. Gramsci yang merukapan tokoh pemikir intelektual dari Italia mencoba mengembangkan ide deterministik ekonomi yang digagas oleh Marx.
Gramsci melihat bahwa gerakan Kaum Proletar (kaum buruh miskin) tidak berhasil menciptakan masyarakat seperti yang dicita-citakan Marx, yaitu masyarakat tanpa kelas. Gerakan kaum proletar ini malah berhasil di Rusia (Revolusi Bolshevik) yang kemudian malah melahirkan negara Fasis.
Dengan melihat kelemahan dari teorinya Marx tersebut, Gramsci melihat hal lain yang menjadi alasan kuatnya kaum borjuis di negara-negara kapitalis. Hal itu dikarenakan, menurut Gramsci, adanya dominasi dan hegemoni yang dilakukan oleh kapitalis/oligark yang berkolaborasi dengan negara terhadap masyarakat luas, termasuk kepada kaum buruh.