Apalagi sekarang banyak marketplace yang bisa dimanfaatkan untuk berjualan. Bahkan media sosial pun saat ini sudah jadi lapak para pelaku usaha menjajakan produknya. “Karena sekarang hampir semua orang punya smartphone kan,” jelasnya.
Veronica pun menyontohkan beberapa hasil pelatihan dari Rumah belajar Batik di beberapa daerah yang sudah sukses menciptakan pengusaha. Karena nilai ekonomi dari batik cukup tinggi. “Ada yang punya pegawai 60 di Pekalongan, minimal jualannya itu (omset) sudah Rp 80 juta sebulan,” katanya.
Ketua Dekranasda Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya mengakui YABC sudah mumpuni dalam pemberdayaan masyarakat. Hal itu dilihat dari teknis pelatihan yang dilakukan, sarananya, sampai bukti keberhasilan di beberapa daerah. “Sudah sangat expert dalam pemberdayaan,” terangnya.
Maka dari itu dia optimis keberadaan Rumah Belajar Batik Tasikmalaya bisa meningkatkan perekonomian di daerah. Namun tentunya hal itu juga bergantung pada kemauan kuat dari masyarakat untuk berubah lebih baik. “Bagaimana agar mereka bisa secara mandiri berwirausaha,” ucapnya.
Dalam sambutannya, Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia Fancois de Maricourt menyampaikan pandemi tidak bisa dipungkiri berdampak besar pada perekonomian. Pihaknya berkomitmen untuk membantu pemulihan ekonomi di Indonesia. “Untuk mendukung ketahanan masyarakat yang kuat,” ucapnya.
Salah satunya, yakni dengan pendanaan terhadap Rumah Belajar Batik Tasikmalaya. Selain membangun dunia kewirausahaan, juga perluasan lapangan kerja. “Dengan program-program pemberdayaan masyarakat,” tuturnya. (rga)