Sedangkan realita politik pada saat itu yang menjadi alasan sosilogis, adalah mengenai eksistensi PKI yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno dan semakin berani melakukan aksi dan maneuver politik. Partai NU menerima demokrasi terpimpin sekaligus masuk pada ideologi Nasakom justru untuk menghalau gerak langkah politik PKI, hal ini dilakukan NU di dalam sistem pemerintahan dan di luar pemerintahan. Fakta ini pula yang mematahkan argumentasi bahwa Partai NU berangkulan dan main mata dengan PKI.
Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa keterlibatan Partai NU dalam sistem baru pemerintahan Presiden Soekarno untuk mempertahankan jabatan atau kursi di pemerintahan Presiden Soekarno sejak demokrasi parlementer, hal ini juga untuk mencegah kursi-kursi yang disediakan untuk Partai NU tidak diisi oleh kelompok lain yang justru akan mengakibatkan bahaya yang lebih besar jika Partai NU tidak masuk pada dunia politik.
Setalah Partai NU menerima sistem demokrasi terpimpin dan menjadi bagian dari unsur ideologi NASAKOM, Partai NU selanjutnya melakukan dukungan-dukungan dan menjadi parpol Islam yang paling loyal terhadap Soekarno, hal ini dilakukan NU untuk mengalihkan perhatian presiden Soekarno kepada PKI yang terus menerus condong ke arah kiri, juga untuk membuktikan bahwa kalangan umat Islam yang diwakili oleh Partai NU bisa selaras dengan ide-ide Presiden Soekarno.
Baca Juga:Karnaval Membentuk Profil Pelajar PancasilaTerus Berupaya Bangkitkan Ekonomi
Bentuk-bentuk dukungan yang dilakukan oleh Partai NU tersebut mulai dari dukungan moral, yaitu dengan diberikannya gelar Waliyul Amri Ad-dharuri Bi Syaukati kepada Presiden Soekarno, gelar ini pula yang menjadi dasar dukungan NU di dalam sidang MPRS.
Gelar akademik sebagai dukungan moral juga diberikan oleh Menteri Agama Prof. KH Saifuddin Zuhri kepada Presiden Soekarno dalam bidang dakwah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1964. Sedangkan dukungan lain datang dari KH Wahab Chasbullah yang merupakan Rais Am PBNU dengan memberikan nama Muhammad di depan nama Soekarno.
Termasuk juga dukungan ide atau pemikiran mengenai konsep demokrasi terpimpin, NASAKOM dan manipol-usedek. Hal ini bermula pada pembahasan Muktamar NU ke-22 di Jakarta, KH Wahab Chasbullah memberikan pidato iftitah-nya mengenai penerimaannya terhadap demokrasi terpimpin dan kembalinya kepada UUD 1945.