JAKARTA, RADSIK – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan, pidato Presiden Jokowi dalam RAPBN 2023 memang terkesan optimistis. Pertama karena ekonomi global turun, tapi ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5,3 persen.
Kedua, dari asumsi harga minyak mentah masih tinggi, USD 90 per barel. Jauh lebih tinggi dibanding asumsi ICP 2022. Artinya komoditas masih diharapkan bisa menolong.
Meski begitu, Bhima menyangsikan optimisme tersebut. Sebab, harga komoditas bisa jadi sudah mencapai puncaknya tahun ini.
Baca Juga:Inflasi di 30 Daerah Masih TinggiMiliki Artefak Zaman Purba
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Terlihat, dari harga komoditas sudah mulai turun. Sehingga jika terjadi resesi global, praktis permintaan menurun. Maka, harga komoditas juga ikut turun.
“Itu menjadi salah satu tantangan sebenarnya. Benar nggak harga komoditas masih menopang ekonomi 2023?” terang lulusan University Of Bradford itu saat dihubungi Jawa Pos, Selasa (16/8/2022).
Bhima mencermati, pidato Jokowi yang 11 kali menyebut soal infrastruktur dan tujuh kali menyebut inflasi. Dia merasa ada kontradiksi di situ.
Kalau inflasi menjadi salah satu tantangan utama, maka seharusnya infrastruktur bukan solusi. Tapi, subsidi bantuan sosial (bansos). Sayangnya, bansos cuma disebut sedikit.
Kritiknya, dengan defisit APBN 2023 yang diturunkan di bawah 3 persen, tapi infrastruktur yang mau dikebut justru akan menjadi dilema.
Sedangkan subsidi masih akan terus meningkat kalau asumsi harga minyak mentah USD 90 per barel. “Nah, ini yang belum bisa dijelaskan. Bagaimana membagi antara subsidi dengan infrastruktur? Dan infrastruktur mana yang harus dikalahkan? Karena di pidato pagi, Pak Jokowi masih bilang IKN harus tetap berlanjut,” ungkapnya.
Baca Juga:Aturan Dipermudah, Minimarket MenjamurProses Pembelajaran Lebih Interaktif
Dia khawatir jika subsidi terus didorong, lalu infrastruktur didorong, di satu sisi ada tahun politik dengan anggaran belanja persiapan pemilu yang tidak murah, maka penerimaan pajak yang akan didorong tinggi. Sementara kalau target basis pajak di dalam negeri yang digenjot, malah bisa menimbulkan kontraksi ekonomi.
Bhima membeberkan sejumlah tantangan ekonomi tahun depan. Yakni, suku bunga semakin mahal, beban bunga utang meningkat, imbal hasil untuk SBN 10 tahun naik di atas 7 persen. Selain itu, harga komoditas bisa berbalik arah dan tahun politik yang membuat investor wait and see.