Dia mengungkapkan tersangka yang berstatus ASN diharapkan bisa blak-blakan di pengadilan. Tidak menanggung beban tersebut secara individu, tetapi ditanggung renteng. Sebab, kata Nandang, ia meyakini bukan AT sendiri yang menikmati dana dari pekerjaan fiktif tersebut. “Apalagi saya dengar sudah ada yang ketar-ketir. Informasi kan ada sampai 18-an orang diperiksa sebagai saksi,” katanya menceritakan.
Ia menenggarai dana tersebut merupakan alokasi bagi-bagi, dimana program yang bersumber dari bantuan provinsi itu, terealisasi di daerah atas penguatan dari pendekatan politik. Alokasinya pun ditenggarai menghimpun titipan-titipan dari aktor politik lokal. “Maka kalau terbongkar, itu bisa bedol desa. Artinya beberapa aktor bakal terseret, bahkan bisa menyangkut ke pejabat yang sudah diberhentikan, itu berdasarkan informasi non formal ya dari berbagai pihak,” papar Peneliti Kebijakan Anggaran tersebut.
Namun, lanjut dia, itu semua kembali kepada AT yang bisa dikatakan sebagai korban dari kasus tersebut. Sejauhmana proses persidangan nanti, apakah mau ditanggung sendiri atau mau berkolaborasi dengan penegakan hukum. “Jadi kita lihat apakah mau ditanggung saja semua beban derita, atau mau bernyanyi tergantung sidang nanti,” analisis Nandang.
Baca Juga:Tujuh Anak Yatim Dibangunkan RumahKarang Taruna Sukses Selenggarakan Pawai Alegoris
Menurutnya, secara analisa praktik korup tersebut terlalu rentan apabila dilakukan secara tunggal pejabat sekaliber kepala bidang. Kecuali, ada kekuatan yang lebih tinggi memberikan garansi, atau bahkan sengaja menitipkan alokasi ke bidang yang dijabat AT. “Rekayasa program semacam ini, implementatornya bukan aktor lokal. Mensrea-nya bukan di kaliber kepala bidang. Korupsi tak bisa sendirian butuh jamaah atau banyak orang,” hipotesanya.
Disinggung alokasi kontinyu secara fantastis berlangsung dari tahun ke tahun. Nandang tidak bisa menyalahkan wakil rakyat di legislatif, lantaran DPRD tidak bisa membahas sedetail biasanya, ketika membedah rancangan anggaran Pemkot. Otomatis, para wakil rakyat sebatas membaca gambaran umum saja setiap kebijakan penganggaran yang diusulkan eksekutif. “Dulu itu membahas RKA OPD di DPRD Sumedang saja sudah hal biasa. Sekarang sudah jarang, maka DPRD tak akan tahu detail, kecuali pokir masing-masing, lantaran adanya judicial review di MK kala itu terkait DPR RI dan mengimbas ke daerah,” beber dia.