CIHIDEUNG, RADSIK – Dibangunnya kanal baru untuk saluran air di area HZ Mustofa dan Cihideung sejatinya merupakan solusi dari pemerintah merespons kondisi eksisting yang terjadi di areal perekonomian tersebut. Dimana sejumlah bangunan menutup saluran air yang sudah berlangsung secara menahun, dan sulit dipelihara atau dinormalisasikan.
Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya H Ivan Dicksan mengatakan kala itu, pemerintah di era Kabupaten Tasikmalaya menerbitkan perizinan atas pengajuan pendirian bangunan di atas selokan. Hanya saja, dahulu mereka yang hendak mendirikan di atas saluran dibebankan retribusi.
“Setelah itu, ketentuan perundang-undangan terbaru tidak bolehkan lagi hal tersebut (perizinan bangunan di atas saluran, Red). Maka, setelah pemkot berdiri, kita tidak perpanjang perizinannya apalagi menarik retribusinya,” tutur Ivan kepada Radar, Rabu (10/8/2022).
Baca Juga:Waswas Pasokan Obat DistopLebih Longgar Meriahkan Agustusan
Maka, lanjut dia, dalam merespons persoalan eksisting hari ini mesti dicermati dalam menyikapinya.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Ia menceritakan areal Cihideung dan sekitarnya merupakan daerah rawan genangan air di permukaan pemukiman warga. Beberapa waktu lalu, wali kota mengambil kebijakan untuk membuat saluran baru yang saat ini tengah dikerjakan, sambil melakukan penataan pusat kota.
“Justru dibangunnya kanal baru ini, daripada memelihara atau menormalisasi saluran di bawah bangunan dan lain-lain, kita buat yang baru. Pak wali berkebijakan sudah saja di sana buat sodetan sekaligus kita menata juga membenahi fungsi-fungsi di sana, salah satunya membuat gorong-gorong besar untuk saluran air dan beberapa utilitas di sana. Kan ini juga untuk merespons kondisi eksisting,” papar mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Tasikmalaya itu.
Otomatis, opsi retribusi nampaknya akan sulit ditempuh. Sebab, semenjak pemkot berdiri tidak pernah menerbitkan atau memberikan restu terhadap bangunan-bangunan yang berdiri di atas selokan. Kecuali, akses jalan untuk masuk atau semacamnya.
“Bangunan permanen ya tidak, maka tidak ada izin terbit, otomatis tidak ada retribusi yang kita tarik dari sana. Sejak itu kita sudah tidak pernah menindaklanjuti lagi, hanya untuk solusinya kan kita sedang tempuh sekarang (rekonstruksi HZ Mustofa-Cihideung, Red),” katanya.