Senada dengan Enan, Sekretaris Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya H Wahid mengakui saat memonitor proses pekerjaan ke lokasi rekonstruksi HZ Mustofa dan Cihideung persoalan drainase sudah sangat kompleks. “Kabel mengganggu aliran air, karena banyak sampah nyangkut di sana. Belum lagi, limbah domestik dibuang ke sana. Jadi memang sudah dijadikan beragam pembuangan, dan itu mengkhawatirkan kondisi drainasenya,” keluh dia.
Beruntung, lanjut Wahid, konstruksi saluran di bawah trotoar dan jalan sekitaran areal tersebut setinggi dua meteran. Apabila kurang dari itu, ketika hujan lebat bakal terjadi genangan. “Betul analisa dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), kondisi di sana memang sudah urjen untuk dilakukan pembenahan. Sudah menjadi pembuangan domestik publik,” kata Ketua DPC PKB ini.
Dia pun menyoroti berkaitan pemasangan kabel utilitas. Dimana, saat pelaksana rekonstruksi menemukan tumpukan kabel mengganggu aliran sungai. Terkesan pemasangannya asal tanpa mengukur dampak yang bakal ditimbulkan. “Kita juga menekankan supaya ini bisa dikoordinasikan dengan baik antar pihak terkait. Mumpung jalan dan trotoar sedang direkonstruksi,” tegas Wahid.
GANTI FUNGSI TAK JADI PERSOALAN
Baca Juga:Ciamis Siapkan Generasi EmasInforma Cashback Hingga 18 Persen
Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya pun baru saja berkonsultasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) berkaitan rencana pemkot mengganti fungsi Jalan Cihideung yang semula sebagai lalu lintas kendaraan menjadi pedestrian. Hasilnya, tidak ada persoalan krusial. Dibolehkan.
“Kaitan fungsi jalan menjadi pedestrian, hasil konsultasi itu karena statusnya jalan milik kota, jadi kewenangannya cukup di wali kota saja. Baik melalui perwalkot misalnya, dalam mencabut dan mengganti status jalannya saja. Tidak ada persoalan krusial di sana, hanya kita konsul untuk memastikan sebab ada beberapa elemen mempertanyakan itu,” papar Sekretaris Komisi III DPRD Kota Tasikmalaya H Wahid.
Pihaknya mendorong agar pemkot segera menyiapkan hal-hal administratif berkaitan regulasi atau payung hukum tegas. Supaya publik pun bisa memahami secara komprehensif, dan tidak menimbulkan ragam pertanyaan. “Ketua komisi juga sudah menyampaikan supaya ada dasar yang jelas yang membolehkan itu diganti fungsi dari lintasan kendaraan menjadi pedestrian, dasar hirarkis peraturannya sehingga Perwalkot itu bisa diterbitkan,” paparnya.